JAKARTA | DutaIndonesia.com – Masyarakat harus bersiap menghadapi kenaikan harga, khususnya sembako, setelah nanti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) benar-benar akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan bahan pokok (sembako) di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Rencana itu tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 99/PMK.010/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, jenis barang kebutuhan pokok yang dimaksud adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan ubi-ubian.
Namun dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP 11 bahan pokok itu termasuk yang akan dikenakan PPN sebesar 12 persen.
Saat dimintai tanggapannya, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri, mengatakan, pedagang pasar menolak rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak.
Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan ini. Apalagi kebijakan tersebut digulirkan pada masa pandemi Covid-19 dan situasi perekonomian sekarang sedang sulit.
“Harga cabai bulan lalu hingga Rp 100 ribu, harga daging sapi belum stabil, mau dibebanin PPN lagi? Gila, kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Mau ditambah PPN lagi, gimana gak gulung tikar,” katanya yang dihubungi Rabu (9/6/2021) seperti dikutip dari okezone.com.
Dia mencatat, lebih dari 50% omzet pedagang pasar menurun. Di samping itu pemerintah belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan pada beberapa bulan belakangan ini. Karena itu dia memprotes keras rencana pengenaan PPN terhadap sembako tersebut.