SURABAYA | DutaIndonesia.com – Ketika ada orang meninggal dunia, dan sang-mayit sudah dalam keranda mau diberangkatkan ke pemakaman, setelah pembacaan do’a, pimpinan acara akan bertanya pada pen-takziyah:
“Apakah almarhum selama hidup di dunia termasuk orang baik atau jelek ?”
Maka umumnya, keluarga, pentakziyah dari sanak saudara, sahabat, relasi, dan lainnya menjawab bareng: “Orang baik..”.
Namun mungkin juga menjawab ‘Bukan orang baik,” (mencela) meski hal ini jarang terjadi. Ini berarti selama hidupnya sang-mayit adalah orang yang amalan dan akhlaknya kurang baik, misalnya suka mengganggu orang lain, berbuat dzalim, berbuat maksiat, dan lain sebagainya.
“Para pentakziyah, baik yang berkata ‘orang baik’ atau ‘orang buruk’, maka mereka di akhirat kelak otomatis akan menjadi ‘saksi dunia’ bagi sang mayit (almarhum).”
Hal ini ditegaskan oleh Prof DR KH Asep Saefuddin Chalim M.Ag, pada para santrinya, di Ponpes Amanatul Ummah, Siwalan Kerto, Wonocolo, Surabaya, pada acara Pengajian Kitab Kuning, Subuh Hari, Kamis, 7 November 2024.
Dijelaskan Kiai Asep, bila para pentakziyah memuji kebaikan sang-mayit, dan bila itu benar, maka selayaknya dan seharusnya sang-mayit nantinya masuk surga. Apalagi sebagian ulama meyakini, bila jumlah pentakziyah yang menjadi ‘saksi dunia’ tersebut lebih dari 40 orang, maka itu semakin afdol.
Demikian sebaliknya, bila pentakziah memberikan celaan atas keburukan sang mayit, maka sudah seharusnya sang mayit akan masuk neraka.
Hal ini bukan berarti Allah yang memiliki sifat ‘wenang’ dan Maha Adil tunduk pada ‘saksi dunia’, namun setidaknya akan memperingan / memberatkan sang-mayit nanti saat Hari Pengadilan di akherat.
Sebuah hadist yang dikisahkan Anas bin Malik ra, menuturkan “Sahabat Anas bin Malik berkata, orang-orang lewat membawa satu jenazah, mereka memujinya dengan kebaikannya. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat,”. Kemudian lewat lagi orang-orang membawa satu jenazah, mereka, mencelanya dengan kejelekan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat,”.
Sahabat Umar bin Khathab berkata “Apa yang wajib ya Rasul?” Rasulullah bersabda, “Jenazah ini yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga. Dan orang ini yang kalian cela dengan kejelekan wajib baginya neraka. Kalian adalah para saksinya Allah di muka bumi.”
Tentu kata ‘wajib’ diatas sekali lagi bukan ‘mewajibkan’ Allah untuk memasukkan mayit ke surga atau neraka nantinya. Namun lebih bermakna sebagai ‘sudah seharusnya dan selayaknya’.
Hadist tersebutlah yang dijadikan dasar bagi para ulama di tanah air kita, melakukan tahsinul mayit dengan menanyakan kepada para pelayat, apakah jenazah ketika hidupnya termasuk orang yang baik atau buruk.
“Dengan harapan, kesaksian yang mengatakan ‘orang baik’ akan diterima Allah, yang pada akhirnya akan memberikan kebaikan pada sang mayit, hingga masuk surga,” kata Kiai Asep.
“Jadi penting nak ‘saksi hidup’ bagi mayit. Itu bisa menjadi amal baik kita pada si mayit,” kata Kiai Asep.
Selanjutnya, untuk menghilangkan rasa kantuk dan kejenuhan, Kaia Asep mengajak para santriwan dan santriwati untuk berdzikir bersama-sama dan melantunkan lagu pujian.
Berziarah Diperbolehkan
Setelah berdzikir dan melantunkan lagu pujian, Kiai Asep melanjutkan ‘ngaji’-nya tentang hukum ziarah kubur.
Ditegaskan Kiai Asep, bahwa pada awal penyebaran Islam, Rasulullah pernah melarang ummatnya untuk berziarah ke makam / kuburan. Hal ini karena tingkat kefahaman terhadap Islam masih rendah. Sehingga tingkat keimanan pun masih rendah.
Sehingga ketika ummat masih rendah tingkat keimanannya, maka dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan keimanan ketika di kuburan.
Namun setelah penyebaran Islam telah luas, terjadi perbaikan akhlak, dan keimanan ummat cukup kuat, Rasulullah akhirnya membolehkan ummatnya untuk berziarah ke makam.
Ditegaskan oleh Kiai Asep, bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah. Sedang bagi wanita masih banyak silih pendapat. Ada yang melarang, tapi ada yang membolehkan. Bagi yang membolehkan wanita berziarah, memberikan catatan sebagai berikut.
Antara lain, pertama; bagi wanita tak dibolehkan ziarah kubur secara berlebihan (terlalu sering). Kedua; Wanita saat berziarah kubur tidak boleh memakai perhiasan dan bersolek (tabarruj) atau supaya memikat hati orang. Ketiga; Wanita sedang haid boleh berziarah kubur. Keempat; Wanita yang sedang Iddah, tidak boleh berziarah kubur, meski ke makam suaminya sekali pun.
Namun bagi Wanita tua, diperbolehkan sehingga ‘mubah’ hukumnya.
“Ziarah kubur itu manfaatnya banyak. Diantaranya mengingatkan akhirat, melembutkan hati. Dan yang penting mendo’akan dan meminta ampunan bagi ahli kubur,” pungkas Kiai Asep mengakhiri pengajiannya. (Moch. Nuruddin)