The Indonesia Summit 2023 (Bagian 2) : Industri Otomotif Pun Kembali Menggeliat

oleh
Dari kiri ke kanan: Kusharijono (Direktur PT Astra Otoparts Tbk), Kukuh Kumara (Sekjen GAIKINDO), dan Indra Chandra Setiawan (General Manager Proyek Toyota Daihatsu Engineering Manufacturing)

Kondisi perekonomian global semakin tidak menentu. Banyak negara,termasuk Indonesia, semula meyakini pasca-pandemi Covid-19 kondisi itu akan membaik. Namun ternyata risiko bergeser dari pandemi Covid-19 ke gejolak ekonomi global. Apa penyebabnya? Dan bagaimana kita menghadapinya, sekaligus mencari solusi agar tidak terlibas resesi ekonomi global tersebut? Bagaimana pula sektor industri otomotif?
Untuk menjawab pertanyaan itu, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) bersama dengan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (AdiraFinance) dan MUFG Bank, Ltd. (MUFG Bank) berkolaborasi untuk ketiga kalinya dengan menggelar acara economic outlook bertajuk “The Indonesia Summit 2023” pada Kamis (27/10/2022). Berikut Bagian 2 laporannya.

Laporan Gatot Susanto

INDUSTRI Otomotif  sempat kolaps akibat pandemi Covid-19. Namun kini berangsur menggeliat kembali untuk merebut pasar yang hilang direnggut Covid-19.

Kukuh Kumara, Sekretaris Jenderal GAIKINDO, menyajikan tema Pemulihan Industri Otomotif yang sempat hancur itu. Setelah Pandemi, kata dia, industri otomotif pada masa pandemi mengalami kontraksi cukup parah. Pada masa pandemi penjualan turun lebih dari 50%. Dampak ini luar biasa, karena pada masa pandemi tidak ada mobilitas. Permintaan pemerintah pada saat itu sangat memberatkan; Jangan sampai ada penutupan pabrik; Jangan sampai ada PHK; dan harus bayar THR.

Permintaan-permintaan ini sangat menyulitkan industri otomotif. Mei 2020 menjadi yang paling parah, dari sekitar penjualan per bulan sekitar 90 ribu jatuh ke 5 ribu. Di akhir masa pandemi, industri otomotif mulai pulih. Akan tetapi kenaikan biaya transportasi dan shortage dari container lalu semiconductor merupakan kesulitan lagi di tahun 2022.

Saat pameran GIIAS Agustus 2022, industri berhasil menjual mobil senilai Rp11,7 triliun dalam 11 hari, angka yang luar biasa. Permintaan otomotif yang dari masa pandemi ditunda ke masa pasca pandemi.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkan, total penjualan mobil dari pabrik ke dealer (wholesales) mencapai 99.986 unit pada September 2022. Sementara pada September 2020 sebanyak 48.554 unit dan September 2021 tercatat sebanyak 84.113 unit.

“Mengenai alternatif BBM, pendanaan kami masih belum optimal. Masih perlu dukungan dari para investor. Sejauh ini, dorongan untuk biofuel masih cukup rendah jika dibandingkan dengan Electric Vehicle (EV). Kami di Gaikindo berupaya jangan sampai ada middle class trap,” katanya.

Indonesia punya potensi besar tapi rasio kepemilikan mobil baru 99 unit mobil per 1.000 penduduk. Penjualan mobil akan naik pesat jika kita naikkan rasio tersebut menjadi 1:100. 

Sekarang ini juga muncul pusat-pusat ekonomi baru seperti e-commerce. Mereka juga membutuhkan mobil. Jenis kendaraan komersial meningkat tajam selama pandemi. Waktu jalan tol baru jadi, banyak yang beralih dari pesawat ke mobil. Ini mendorong tumbuhnya otomotif.

“Itu yang kita inginkan. Industri otomotif Indonesia harus bisa bangkit. Kita ingin memanfaatkan dan merebut basis produksi. Kita juga mendorong ekspor mobil Indonesia yang saat ini sudah ke 84 negara. Ekspor mobil Indonesia saat ini baru saja menembus angka 300 ribu unit per tahun. Tetapi Presiden Jokowi minta tahun depan kalau bisa tembus 1 juta unit per tahun,” katanya. 

Kebutuhan mobil di Australia mencapai 1,2 juta unit per tahun. Kebutuhannya dipenuhi 100% dari impor. Jadi, kenapa tidak dari Indonesia? Ini memerlukan lobi dari kebijakan pemerintah.

“Industri otomotif itu kapal induk, sekali jalan kenceng, tapi tidak bisa seperti speed boat. Perlu konsistensi road map. Sementara yang sudah jalan jangan dimatikan,” katanya.  

Sementara itu, Kusharijono, Direktur PT Astra Otoparts Tbk membahas masalah Industri Komponen/Penunjang Otomotif.  Industri otomotif Indonesia adalah yang paling besar di antara negara ASEAN lainnya. Hal itu dilihat dari sisi penjualan.

Secara penjualan Indonesia merupakan yang paling besar, tapi secara produksi masih berada di posisi ke-2, di belakang Thailand. Two wheeler (2W) Indonesia adalah market terbesar di Asia dengan production base terbesar.

“Kami juga menjual two wheelers yang diproduksi di Indonesia. Baik 2W maupun kendaraan four wheel (4W) sangat terpengaruh oleh kekurangan supply semi conductor. Permintaan terus bertumbuh tapi supply kami terus masih menghadapi kekurangan bahan baku. Supply chain semi conductor mulai pulih pada semester kedua 2022. Mudah-mudahan 2023 sudah tidak ada masalah di sisi supply semi conductor,” katanya. 

Melihat dari sisi ekspor dan impor, ekspor otomotif Indonesia lebih besar daripada impor. Two wheeler konsumsi lokal hampir semuanya diproduksi di Indonesia. 

“Di industri komponen, kami juga menjual Original Equipment Manufacturer (OEM) dan suku cadang ke luar negeri. Contohnya kami menjual ke Asia Tenggara dan Afrika. Industri otomotif bersifat sangat interdependen. Pertama, di satu sisi ada permasalahan makro ekonomi dan Environmental, Social and Governance (ESG). Ini termasuk permasalahan di pasar global dan logistik,” katanya.

Masalah kedua, kata dia, adalah, dari sisi kebijakan pemerintah dan adopsi teknologi. Tanggapan pemerintah terhadap elektrifikasi, biofuel, bioetanol dan lain lain memberikan dampak terhadap pasar komponen. 

“Pemerintah harus memiliki konsistensi dan kejelasan. Kalau memang misalnya, penjualan mobil Internal Combustion Engine (ICE) dilarang pada 2035, orang tidak akan mau beli dari 2033,” katanya. 

Indra Chandra Setiawan, General Manager Proyek Toyota Daihatsu Engineering Manufacturing memaparkan Perkembangan Harga BBM dan Teknologi. Apa yang dibutuhkan oleh industri otomotif adalah saluran likuid dan kredit. Inovasi dan perubahan di industri otomotif memerlukan investasi yang besar.

“Selain itu kami menghadapi tantangan jangka pendek dan panjang,” ujarnya.

Untuk jangka panjang, kata Indra, ada permasalahan pemanasan global dan permasalahan lingkungan lainnya. Sedangkan jangka pendek, industri otomotif harus menghadapi permasalahan harga bahan bakar dan perlambatan ekonomi. Dari sisi teknologi: industri otomotif perlu mencari teknologi baru, inovasi baru, masukan pasar baru dan diversifikasi pasar. Tetapi yang perlu dikhawatirkan mengenai adopsi teknologi adalah mencari supply chain baru. Seiring dengan komitmen Indonesia, Toyota sudah siap untuk menghadapi tantangan lingkungan sejak 2014. Toyota dulu di tahun 70-an pernah bekerja sama dengan Tesla, tapi kami berhenti karena pada waktu itu kami rasa belum siap. Setelah itu kami mengejar inovasi sendiri. Toyota berpikir secara praktis.

“Tanpa adanya kepraktisan penggunaan, konsumen tidak akan membeli produk. Oleh karena itu Toyota mengembangkan berbagai tahapan sebelum EV dan mengeksplorasi alternatif dekarbonasi. Seperti mesin pembakaran hidrogen dan mobil hybrid. Transformasi energi perlu memikirkan dalam berbagai level. Bagaimana kami akan mempersiapkan mekanik untuk memperbaiki baterai mobil elektrik. Penanganan untuk mobil elektrik sangat berbeda dengan mobil ICE. Kita tidak memiliki planet cadangan, kita harus percaya ada banyak jalan, namun pembiayaan sangat diperlukan dan kita perlu mendukung teknologi rendah karbon,” katanya. (*) 

TONTON VIDEONYA DI BAWAH INI:

YouTube player

No More Posts Available.

No more pages to load.