“Shalat Jumat dilakukan 2 gelombang, yaitu pukul 13.20 dan kedua pukul 14.00. Di antara dua adzan, khutbah berbahasa Arab yang disampaikan oleh khatib dengan tongkat di tangan. Hanya selama empat menit.”
Oleh Prof. Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag
INILAH masjid yang saya sebutkan pada tulisan sebelumnya. Namanya, Hendon Mosque and Islamic Centre di Brent View Road, off west Hendon Broadway, London. Hendon adalah nama kecamatan, bukan nama orang.
Masjid ini termasuk masjid kecil di Inggris. Jaraknya, hanya 20 menit jalan kaki dari Wisma Caraka, tempat saya menginap. Jumat (31/3/2023) atau hari kesembilan Ramadhan, saya paksakan shalat Jumat di masjid ini, meskipun jalan kaki di bawah mendung dan gerimis berangin.
Saya ingin tahu bagaimana suasana shalat Jumat di masjid dua lantai berukuran 10×30 m2 ini. Sekaligus mencari bahan untuk catatan berseri ini.
Masjid IIC (Indonesia Islamic Center) jika sudah dibangun, kelak juga termasuk di antara masjid-masjid kecil yang jumlahnya di Inggris mencapai 400-an, termasuk masjid penganut Syi’ah.
Adapun masjid besar berjumlah 14 masjid, yaitu Masjid Abbey Mills, Masjid Aziziye, Masjid Brixton, Masjid East London, London Central Mosque, Brick Lane Mosque/Jamme Masjid, Madina Mosque Trust (MMT), Suleymania Mosque, Waltham Forest Islamic Association, White City Mosque/White City Musalla/ The Egyptian House, Leytone Masjid, Masjid Abdul Aziz bin Baz (masjid penganut salafi pertama yang dibangun 2014), Fazl Mosque, dan Baitul Futuh. Dua masjid yang disebut terakhir adalah masjid penganut faham Ahmadiyah/Qadyani.
Hampir semua masjid besar dan kecil mengadakan buka puasa bersama. “Non-muslim pun banyak yang beramai-ramai senang ikut menikmatinya. Bahkan dengan gaya pakaian yang aneh-aneh juga kita sambut dengan ceria,” kisah sukarelawan muslimah Indonesia kepada saya dengan bersemangat.
“Jadi tak ada pengumuman, acara itu khusus muslim atau dengan keharusan berpakaian ini dan itu,” katanya sambil menambahkan, pembatasan dan persyaratan-persyaratan demikian itu pasti akan ditertawakan masyarakat Inggris.
Baca Berita Terkait:
- Di Balik Tour Dakwah Prof. Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag di London (6): Kiprah Muslimat NU & Indonesia Islamic Center
- Di Balik Tour Dakwah Prof. Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag di London (7): Adaptasi Cuaca dengan Olahraga dan Buka Puasa
Tidak sedikit juga halaman gereja yang dijadikan lokasi berbuka puasa bersama. Semua orang bisa gabung, dengan satu syarat saja: mendaftar melalui online. Buka bersama yang diadakan dalam acara Indonesian Night tahun lalu juga menyediakan 400 container (boks makanan) nasi biryani dan habis ludes hanya dalam empat menit melalui online.
Central Mosque London menyediakan sekitar 1.500 bungkus makanan iftar (berbuka puasa). “Sebetulnya, saya ingin mengantar bapak keliling London. Tapi, mohon maaf, setiap pagi saya kerja, sedangkan sore harinya sampai jam 11 malam saya sukarelawan membungkus dan membagikan iftar di masjid ini,” kata Nempuno Dewantoro, pekerja asal Jawa Timur kepada saya. Lebih dari sepuluh tahun, ia mengabdi di masjid Central Mosque setiap menjelang Maghrib.
Menjelang Maghrib, saya menyaksikan beberapa bapak dan ibu beserta anak-anaknya untuk berbuka puasa di Masjid Hendon Mosque, tempat saya shalat Jumat itu. Mereka berbuka di masjid semata-mata untuk semarak Islam dan keberkahan serta keceriaan bersama banyak orang.
Sambil menunggu berbuka puasa, rata-rata jamaah membaca Al Quran tanpa suara. Sunyi senyap. Tak ada ceramah atau zikir bersama seperti di Indonesia. Tambahan pengetahuan keislaman bagi jamaah cukup dari layar video besar dengan teks berjalan tentang ayat dan hadis Nabi dengan terjemah bahasa Inggris.
Shalat Jumat di masjid kecil ini dilakukan dua gelombang, yaitu pukul 13.20 dan kedua pukul 14.00. Di antara dua adzan, khutbah berbahasa Arab yang disampaikan oleh khatib dengan tongkat di tangannya hanya selama empat menit. Sebelumnya, khatib menyampaikan ceramah selama 30 menit dalam bahasa Inggris yang sebagian besar berisi pokok-pokok isi khutbahnya.
Ketika keluar masjid, saya melihat barisan orang memanjang sampai ke pertokoan yang akan mengikuti shalat gelombang kedua. Mereka tertib antrean dengan jaket tebal. “Shalat Idul Fitri dilaksanakan berdasar hasil rukyat (melihat bulan) dan dilakukan sebanyak tiga gelombang,” bunyi pengumuman di dinding masjid sebelah mesin penghangat. Masjid ini memiliki fasilitas pengurusan jenazah (funeral services).
“Di tempat itulah banyak jenazah muslim Indonesia diatur pemandian sampai pemakamannya,” kata Pak Jamalul Lail.
Wah..agak merinding juga membayangkan saya dimasukkan ke ruang itu jauh dari anak-anak saya.
Inilah pemandangan yang kontras. Masjid dengan ukuran kecil dengan jamaah yang tak tertampung. Sedangkan sejumlah gereja yang besar dan luas halaman hanya berisi beberapa orang. Beberapa gereja bahkan dijual, sebab telah fakum, termasuk yang dibeli oleh komunitas muslim Indonesia untuk masjid dan Islamic Centre. (Bersambung)
Catatan: Tulisan ini dimuat juga di duta.co. Pemuatan di media ini bersama foto-foto seiizin Prof. Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag.