Di Balik Tour Dakwah Prof. Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag di London (7): Adaptasi Cuaca dengan Olahraga dan Buka Puasa

oleh
Saat olah raga untuk adaptasi cuaca dan saat berada di depan Masjid Hendon.

“Selain tidak suka mendengar masakan daging sapi, mereka juga tidak suka mendengar simbol-simbol suara agamis di area publik, semisal suara adzan di handphone ketika di atas kendaraan umum.”

Oleh Prof. Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag

BEDA Nepal, beda pula London. Di Nepal, orang paling tidak suka mendengar cerita masakan dengan daging sapi. Sebab, ia hewan paling sakral.

“Kenapa kendaraan berhenti total seperti ini,?” tanya saya kepada sopir dalam sebuah perjalan waktu itu.

“Ada sapi tidur di jalan raya. Tak boleh dibangunkan,” jawabnya. Itu di Nepal.

Sebagai penganut agama kasih (rahmatan lil alamin), kita wajib menghormati keyakinan itu, meskipun tak bisa dinalar. Kesakralan sebuah benda bersifat subyektif. Kita juga memiliki ajaran yang kita sendiri tak bisa menjelaskannya secara nalar ilmiah.

Misalnya, berputar tujuh kali mengelilingi Kakbah dan mencium batu hitam yang tertempel di pojoknya, dan sebagainya. Secara subyektif, bagi kita sakral, tapi bagi orang lain sama sekali tidak.

“Orang Inggris juga tidak suka mendengar kisah nikmatnya makan daging kuda,” kata Pak Heri, driver wakil dubes yang menemani saya setiap sahur. Mengapa?

Kuda dipandang sebagai simbol kehormatan, kepahlawanan, dan kebangsawanan.

“Mereka juga tidak suka mendengar simbol-simbol suara agamis di area publik, semisal suara adzan di handphone ketika di atas kendaraan umum,” tambahnya.

“Oh, begitu. Baik pak, saya harus lebih berhati-hati. Terima kasih,” jawab saya mengapresiasi.

Dialog itu muncul, karena saat itu saya akan keluar wisma mencari kebab untuk buka puasa istri, dan bertanya apa saja yang tidak disukai orang Inggris. Banyak hal, tapi itu sebagian dari pembicaraan yang meluas sampai tentang kuda dan handphone.

Cuaca dingin 2 Co dengan angin kencang sebenarnya menakutkan keluar rumah bagi saya yang terbiasa dengan cuaca panas di Surabaya

Saya tetap patuh pesan dokter yang menangani saya ketika mengizinkan saya berangkat ke luar negeri: usahakan olahraga ringan, minum obat sesuai resep, selektif makanan, dan beradaptasilah dengan cuaca.

“Ini sertifikat, agar ayahmu aman melewati pemeriksaan imigrasi London dengan membawa obat-obatan,” kata dokter RSI Surabaya kepada putri saya yang menemuinya setelah saya membeli satu tas kresek obat untuk sebulan, beberapa hari sebelum keberangkatan saya.

“Bismillah tawakkaltu ‘alallah,” doa saya dengan niat olah raga dan adaptasi cuaca.

Pakaian serba rangkap: kaos kaki, kaos dan jaket rangkap empat, celana rangkap tiga, tutup kepala, kaos tangan dan sal penutup leher. Tangan bergetar. Menggigil. Kulit tangan dan wajah saya semakin keriput seperti lansia 80 tahun. Juga bawa payung, meskipun cuaca terang. Sebab, cuaca London sering tak stabil dan tak terduga.

“Do not believe English weather,” demikian obrolan orang Inggris.

Baca Berita Terkait di Sini:

Di Balik Tour Dakwah Prof. Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag di London (6): Kiprah Muslimat NU & Indonesia Islamic Center

Setelah melintasi jalan-jalan pertokoan selama 20 menit, barulah saya temukan lima resto kebab halal, masakan Afghanistan, Pakistan dan India. Tidak jauh dari situ, di Brent View Road, Off West Hendon Broadway, saya temukan juga masjid dan saya sempatkan shalat sunnah di dalamnya. Lalu kembali pulang dengan badan lumayan lebih hangat, tidak menggigil seperti sebelumnya.

Setelah olahraga 45 menit dalam keadaan berpuasa selama 15 jam sehari, saya berbuka dengan jus buah dan kurma.

Senang juga melihat istri yang agak flu menikmati kebab dengan lahap. Rasanya, saya sudah berada dalam surga. Benar-benar surga yang harus saya syukuri. Kata surga saya sebut berkali-kali, sebab saya baru saja menguatkan hafalan surat Ar Rahman dan Al Waqi’ah beserta tafsirnya untuk persiapan menjadi imam shalat tarawih. Kedua surat itu berisi banyak berita tentang suasana surga dan aneka jenis makanan di dalamnya.

Saya tidak memikirkan yang aneh-aneh. Soal sehat, sakit dan mati itu urusannya Allah, yang penting saya telah memenuhi petunjuk dokter dan berusaha memenuhi kewajiban menyampaikan ilmu yang dititipkan Allah kepada saya kepada sebanyak mungkin manusia di dunia.

Catatan ini saya tulis untuk mengingatkan pembaca tentang penting dan mahalnya kesehatan. Jagalah kekayaan termahal sebagai amanah Allah itu dengan cara mengikuti petunjuk dokter sebagai manusia yang dipercaya Allah untuk memegang ilmu kesehatan.

Juga, jangan ada hari tanpa olah raga, sekalipun hanya jalan-jalan kaki santai 30 menit atau jalan yang sama menuju masjid atau silaturrahim. Jangan serba berkendara motor. Pilihlah makanan yang benar-benar halal dan menyehatkan (halalan thayyiba), bukan karena kenikmatan semata.

Mohon maaf, pesan-pesan ini tidak saya sertai dalil Al Qur’an dan hadits, sebab ini bukan mimbar kuliah subuh atau ceramah tarawih, atau pengajian umum, ha ha. (Bersambung)

No More Posts Available.

No more pages to load.