Harga Pangan Naik, Ketua YLPK Jatim Khawatir El Nino Jadi Kambing Hitam

oleh
Said Sutomo, Ketua YLPK Jatim dan mantan Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) 2020-2023 .

SURABAYA| DutaIndonesia.com – Selain Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga mengingatkan masyarakat akan dampak cuaca ekstrem El Nino yang bisa memicu kekeringan panjang. Kementerian Pertanian (Kementan) pun segera membentuk gugus tugas guna menghadapi dampak cuaca ekstrem El Nino.

Yang unik, El Nino belum datang, tapi harga pangan sudah merangkak naik. Pengusaha restoran di Kota Batu, Ummu Kamilah, mengaku membeli beras seharga Rp 280 ribu/25 kg. Harga ini naik sejak sebelum Ramadhan. “Sebelum Ramadhan harganya Rp 250 ribu/25 kg. Tapi saya belum berani menaikkan harga jual menu makanan di restoran kami,” katanya kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (24/5/2023).

Dilansir Panel Harga Badan Pangan Nasional dalam bulan Mei ini, beras masih naik di rata-rata pasar tradisional seluruh Indonesia, seperti beras medium naik 0,17 persen jadi Rp11.890 per kg, beras premium naik 1,62 persen jadi Rp13.820 per kg, kedelai naik 0,81 persen jadi Rp13.630 per kg per 12 Mei 2023 lalu.
Lalu bawang merah naik 1,33 persen jadi Rp39.560 per kg, bawang putih naik 1,89 persen jadi Rp35.580 per kg, cabai merah keriting naik 4,89 persen jadi Rp34.320 per kg, cabai rawit merah naik 7,77 persen jadi Rp40.480 per kg, daging sapi naik 0,97 persen jadi Rp136.800 per kg.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) pun mengingatkan masyarakat bahwa El Nino berpengaruh terhadap produksi bahan pangan dan harga di pasaran. Dia mengungkapkan pengaruh El Nino bukan hanya di Indonesia tapi juga Asia pada umumnya. Produksi bahan pangan ini diprediksi akan menurun secara signifikan. “Bawang putih di Tiongkok harganya sudah dua kali lipat dibandingkan harga normal,” kata Zulhas.

Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) pun meminta pemerintah meningkatkan koordinasi guna mengantisipasi harga pangan naik akibat El Nino. IKAPPI juga memprediksi harga bahan pangan di Indonesia akan mengalami kenaikan, seiring produksi pertanian nasional bakal susut akibat kemarau panjang pada Agustus 2023. Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan, meminta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dapat meningkatkan koordinasi kala menghadapi El Nino yang dapat menyebabkan gagal panen.

Akhir-akhir ini harga telur juga naik. Bahkan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri turun tangan langsung untuk mencari tahu penyebab harga telur yang melambung tinggi. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan, mengatakan, dari hasil deteksi yang dilakukannya, kenaikan harga telur akibat kelangkaan bahan baku pakan ternak yang sulit didapat petani ternak ayam.

“Kelangkaan bahan baku pakan ternak tersebut menyebabkan Harga Pakan Ayam yang tinggi hingga mencapai Rp 8.500 – Rp 8.700/kg,” kata Whisnu dalam keterangannya kemarin.
Komposisi bahan baku pakan ternak terdiri jagung, konsentrat, dan dedak bekatul. Kelangkaan terjadi pada bahan baku jagung akibat produksi jagung dalam negeri belum mencukupi sehingga masih tergantung pada impor.

“Tingginya harga pakan merupakan refleksi dari harga bahan baku pakan, sehingga menyebabkan tidak seluruh peternak ayam petelur dapat membeli pakan ternak. Sebagian peternak ayam petelur memilih untuk tutup dan peternak ayam petelur yang sanggup membeli pakan akan menaikkan biaya produksinya,” katanya.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo saat melakukan rapat koordinasi bersama pejabat Kementerian Pertanian dan aparatur pemerintah daerah melalui teleconference, Senin (22/5/2023), juga meminta dibentuk gugus tugas di setiap wilayah. Dia meminta agar menampung air, manajemen air, hingga meminta daerah memerhatikan varietas tanaman yang tahan kekeringan. Mentan juga minta petani melakukan pemupukan berimbang dengan menambah pupuk organik.

Kambing Hitam

Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, M. Said Sutomo, menilai Pemerintah kelabakan menghadapi El Nino. Padahal Indonesia sudah pernah mengalaminya. Namun Pemerintah tidak belajar dari pengalaman masa lalu saat El Nino melanda negeri ini tahun 2015 dan 1997.

Menurut dia, bila sistem pertanian dari hulu sampai hilir tertata dengan baik, dan Pemerintah hadir di tengah para petani yang juga sekaligus membela hak-hak petani, pasti tidak akan terjadi kelabakan menghadapi El Nino atau anomali musim yang lain.

Said Sutomo yang juga Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) 2020-2023 ini pun berharap agar fenomena El Nino tidak dijadikan “kambing hitam” atas semua kelemahan sistem pertanian di Indonesia tersebut. Bukan hanya itu, tapi juga dugaan manipulasi dalam sistem pertanian. Salah satunya dalam distribusi pupuk subsidi untuk petani. El Nino juga dikhawatirkan menjadi “kambing hitam” sehingga muncul kebijakan impor beras lagi. Said Sutomo menilai hingga sekarang sistem pertanian di Indonesia masih belum tertata dengan baik, mulai waduk, irigasi, pupuk, obat-obatan anti hama, hingga teknologi pertanian dan teknologi informasi yang menunjang petani dan nelayan untuk memasarkan hasil produksinya.

“Lihat saja bangunan irigasi kita umumnya masih warisan bangunan zaman Belanda. Pemerintah kita perlu merevitalisasi saluran-saluran irigasi di desa-desa ke sawah secara ideal. Juga pengadaan pupuk ke petani yang menjadi keluhan, ada harga tapi gak ada barang. Sistem pemasaran pra-taman sampai pasca panen tidak didukung fasilitasi pemanfaatan Perdagangan Sistem Elektronik (PMSE),” kata Said Sutomo kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (24/5/2023) siang.

Padahal, kata dia, Undang Undang Informasi & Transaksi Elektronik (UU ITE) di pasal 40 ayat (1) menegaskan, bahwa pemerintah menfasilitasi masyarakat memanfaatkan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Para operator telekomunikasi nasional sebenarnya bisa diwajibkan setor dana Universal Service Obligation (USO) ke pemerintah dalam hal ini Menkominfo RI yang sudah terkumpul pada tahun 2014 saja sekitar Rp 4-5 triliun.

“Sekarang tentu lebih banyak lagi jumlahnya. Semua itu, sebagian kan bisa digunakan untuk memberdayakan para petani,” katanya.

Sistem pertanian yang kurang baik itu mengakibatkan produksi pertanian tak maksimal. Ujung-ujungnya antara supply kebutuhan barang pokok hasil pertanian dan demand tidak seimbang hingga pada gilirannya harga menjadi mahal. Harga pangan menjadi naik.

“Saya melihat sistem pertanian kita bukan hanya lemah tapi karena memang selama ini belum pernah tersentuh pembangunan. Jangankan sistem IT, jalan-jalan desa banyak yang rusak. Bahkan ada yang dirusak oleh kegiatan penambangan. Warga jual tanah lantaran tidak bisa ditanami sebab tidak ada pembinaan penyuluhan pertanian atau perkebunan. Contoh hasil tanam tebu saja secara kasat mata terlihat mirip bukan tebu tapi sama dengan sampah, karena hasilnya jelek lantaran tidak dipupuk secara benar,” ungkapnya.

Silang sengkarut dunia pertanian itu membuat program Kementan bisa tidak jalan. Misalnya program pertanian organik. Mentan juga menyarankan petani melakukan pemupukan seimbang dengan menambah pupuk organik, tapi program itu tidak akan berjalan kalau program lain khususnya infrastruktur, sarana-prasarana, masih terbengkalai.

“Sekarang ini banyak lahan pertanian sawah nganggur tidak tergarap karena sulit cari buruh tani, sementara teknologi pertanian sebagai pengganti buruh tani belum tersedia. Kalau pun ada harganya tidak murah atau tempat persewaan alat-alat tani semacam KUD semasa Orde Baru belum ada, ditambah saluran irigasi ke sawah banyak yang rusak tadi, maka program di atas kurang berarti bagi para petani jika prasarana dan sarana pertaniannya belum dibenahi dulu,” jelasnya.

Karena itu, kata dia, harus diprioritaskan pembangunan infrastruktur pertanian. Artinya, sistem irigasinya tertata sehingga teratur, kalau musim hujan tidak kebanjiran dan kalau musim kemarau tidak sampai kekeringan. Lalu ketersediaan pupuk, dan dukungan sarana teknologi pertaniannya dari pra-tanam, masa tanam, perawatan tanaman, masa panen sampai pasca panen yang didukung oleh fasilitas pemasaran dan fasilitasi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Hal itu bisa dilakukan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

“Apa gunanya ada Menteri Pertanian dan Menteri Pedesaan kalau hal ini tidak jalan?” ujarnya.

Tentang pengawasan dalam pembagian pupuk bersubsidi dia menyinggung keberadaan petani murni yang berhak mendapatkan pembagian pupuk bersubsidi dan pihak-pihak lain yang mengatasnamakan mitra BUMN tapi tidak transparan legalitas dan identitasnya. Kondisi itu, kata dia, sangat tidak berkeadilan dan merugikan para petani yang benar-benar membutuhkan supply pupuk.

“Akibat dugaan manipulasi itu merugikan para petani sehingga tidak produktif dan mengurangi jumlah supply bahan kebutuhan pokok masyarakat di pasaran. Maka saya khawatir, dibikin akal-akalan bahwa paceklik akibat El Nino ini dijadikan kambing hitam,” katanya. (gas/l6)

No More Posts Available.

No more pages to load.