SURABAYA| DutaIndonesia.com – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tidak perlu terlalu ngoyo mengejar pasar ekspor ke luar negeri. Pasalnya, pasar domestik di dalam negeri masih cukup luas mengingat jumlah penduduk Indonesia sekarang mencapai 280 juta. Namun demikian, bila memang ada peluang yang terbuka, UMKM tetap bisa ekspor produknya ke luar negeri.
Berdasarkan pengalaman Raimy Sofyan, pelaku sekaligus konsultan UMKM selama 10 tahun, UMKM bisa sukses dengan fokus mengembangkan pasar dalam negeri. Raimy sendiri melalui Kai Food pernah gagal mengekspor produk olahan berbahan daging. Salah satunya produk rendang.
“Pasar domestik berjumlah 280 juta, berapa sih pasar luar negeri yang bersedia makan rendang? Jadi kalau ada produsen rendang sudah mengekspor, itu hanya untuk gaya-gayaan saja. Jualan ke luar negeri juga ongkirnya tinggi sekali sehingga harga jualnya hampir 3 kali lipat harga domestik. Sudah ukuran pasarnya kecil, harga jualnya juga mempersulit repeat order,” kata penulis buku “Kai Food, Membangun Bisnis dari Nol” ini kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (26/6/2024), saat ditanya terkait Hari UMKM Internasional yang diperingati setiap tanggal 27 Juni.
Raimy yang akrab disapa Kai (kakek dalam bahasa Banjar), mengatakan, Kai Food sulit menembus pasar negara lain karena berbahan daging. Pemerintah juga tidak bisa membantu apa-apa saat dirinya mengekspor produk olahan berbahan daging itu ditolak di negara tujuan.
“Karena produk saya berbahan daging, sulit untuk masuk ke negara lain. Pemerintah gak bisa apa-apa. Kalau bisa apa-apa ya dari dulu rendang daging dapat diekspor ke luar negeri. Selama 10 tahun ini saya hanya menekuni produk pangan olahan Kai Food, maka interaksi saya tidak pernah terjadi pada Pemerintah dan ekspor produk daging selalu gagal,” katanya.
Karena itu, Raimy pun fokus di pasar domestik. Apalagi konsumen domestik juga lebih besar ketimbang pasar di luar negeri. “Saya bukan pelaku ekspor. Saya fokus pasar domestik. Konsumsi domestik lebih besar. Ekspor bagi saya hanya gaya-gayaan saja. Volumenya gak besar. Saya bicara domain produk pangan olahan,” katanya.
Raimy sendiri membangun bisnis sejak usia 54 tahun dengan merintis penggemukan sapi (cattle fattening) Kai Amanah di Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat Jawa Barat. Dia mulai bisnis setelah pensiun usai 30 tahun bekerja di 8 korporasi asing, mulai perusahaan konstruksi minyak lepas pantai (offshore oil), hingga perbankan, termasuk dua bank syariah di Arab Saudi.
” I’m retired, not expired. Kalau sudah pensiun (retired) bukan berarti sudah kedaluwarsa (expired). Paling tidak ada waktu 10 tahun setelah pensiun pada usia 55 tahun untuk terus berkarya dengan tenaga yang masih penuh,” kata alumni Teknik Industri ITB ini mengutip salah satu bab pada bukunya “Kai Food, Membangun Bisnis dari Nol”.
Raimy membangun bisnis dengan model Rumah Produktif. Artinya, basisnya menjadikan rumah tidak hanya untuk tempat tinggal tapi juga mampu memberi penghasilan. untuk membayar berbagai tagihan bulanan dan pajak tahunan. Ya, rumah mandiri secara finansial.
Rumah produksi pertama berupa kos-kosan sudah eksis sejak tahun 2003-2007, selanjutnya dia membangun rumah produktif kedua, Kai Food yang lepas landas pada 2014. Bahkan bisa melewati masa sulit pandemi Covid-19.
“Kai Food berkembang dengan lini produk sebanyak 25 lauk dan sambal. Bisnis berjalan lancar sampai Covid-19 memengaruhi kegiatan dan daya beli pelanggan. Sejak 2022 lini produk harus dikurangi menjadi 8 lauk tanpa sambal. Hanya lauk dengan penjualan tertinggi saja yang dipertahankan. Yaitu 6 rendang, 1 dendeng, 1 gepuk. “Dulu Kai dikenal sebagai juragan kartu kredit (karena menjadi pimpinan bank, Red), kini dikenal sebagai juragan rendang makanan sedap nusantara,” katanya.
Raimy juga sering ditanya para pensiunan soal bagaimana mengawali bisnis. Dia pun menekankan bahwa untuk bisnis tidak ada kata terlambat. Selain itu, juga harus “tahan banting”, dengan menerima kenyataan. Artinya, saat dia merintis usaha harus dari nol dengan bekerja keras. Misalnya Raimy harus mendorong sendiri gerobak ampas tahu Cibuntu Kota Bandung dari dapurnya ke mobil sebab tidak ada karyawan yang membantunya.
“Saya harus menerima kenyataan bahwa saya bukan lagi direktur bank, tapi peternak yang berusaha membawa ampas tahu untuk pakan protein sapi di kandang. Begitu juga ketika membuang kotoran sapi dari kandang ke tempat pembuatan pupuk kandangnya. Harus ada penerimaan (acceptance, menerima kenyataan atas kondisi diri, Red.) tanpa dapat protes,” ujarnya.
Begitulah, seperti pengalaman Kai Raimy, UMKM ditempa dengan keras hingga menjadi tangguh. Mengutip SDGs, tema peringatan Hari UMKM Internasional 2024 atau MSME Day 2024 adalah “Leveraging Power and Resilience of Micro-, Small and Medium-sized Enterprises to Accelerate Sustainable Development and Eradicate Poverty in Times of Multiple Crises”. Tema tersebut artinya “Memanfaatkan Kekuatan dan Ketangguhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk Mempercepat Pembangunan Berkelanjutan dan Mengentaskan Kemiskinan di Tengah Berbagai Krisis”.
Hari UMKM 2024 menawarkan kesempatan untuk berdiskusi dan bertukar pikiran tentang bagaimana para pemangku kepentingan utama, termasuk pembuat kebijakan, perusahaan besar, lembaga keuangan, dan komunitas internasional dapat mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memajukan Agenda 2030 dan berkontribusi dalam mencapai SDGs, termasuk pengentasan kemiskinan dan pekerjaan yang layak untuk semua.
Selain itu, Hari UMKM 2024 ini akan mengeksplorasi cara-cara yang dapat dilakukan oleh UMKM, sebuah sektor yang mewakili lebih dari 90 persen dari semua bisnis di seluruh dunia, untuk memberikan solusi inovatif bagi tantangan-tantangan di masa kini serta mendorong pertumbuhan inklusif dan kemakmuran bersama.
Sebagai sektor yang paling dekat dengan masyarakat lokal, UMKM sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja lokal, memberdayakan perempuan, pemuda, penyandang disabilitas, dan kelompok-kelompok lain yang berada dalam situasi rentan. Memperingati Hari UMKM merupakan pengakuan bahwa sektor vital di jantung masyarakat kita ini memiliki potensi luar biasa untuk membuka jalur penting dalam mempercepat kemajuan SDG di seluruh dunia. (gas/det)