UTRECHT|DutaIndonesia.com – Presiden Jokowi mengingatkan masyarakat agar belajar dari melonjaknya kembali kasus Covid-19 di sejumlah negara di Eropa. Seperti di Belanda, Belgia, Prancis, hingga Austria, yang kembali menghadapi lonjakan kasus Covid-19 sehingga pemerintah mengambil keputusan pengetatan pembatasan. Namun, aturan ini justru menimbulkan terjadinya kerusuhan di beberapa negara Eropa.
Warga memprotes aturan lockdown yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah. Sama dengan Eropa, Indonesia juga akan melakukan pengetatan saat liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) dengan menerapkan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia.
Dari Utrecht, negeri Belanda, Widya Widyati melaporkan, demo warga di beberapa kota lebih disebabkan ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan lockdown yang diambil pemerintah.
“Bukan soal vaksinnya ya. Karena dengan lockdown, warga jadi sulit bergerak. Memang memprihatinkan, di satu sisi tim rumah sakit berjuang menyelamatkan pasien Covid, di sisi lain ada yang berdemo menentang kebijakan pemerintah yang sebetulnya bertujuan untuk meredam laju Covid,” kata Widya, warga Surabaya yang tinggal di Utrecht, dikutip dari Global News, Kamis (25/11/2021).
Ketika Belanda mengirim pasien Covid-19 ke Jerman, negeri Jerman sendiri tengah berjibaku lantaran unit perawatan intensif di sana sudah mulai terisi penuh dan jumlah kasus mencapai rekor baru. Menteri Kesehatan Jerman bahkan telah mengeluarkan peringatan paling keras tentang pentingnya mendapatkan vaksin Covid-19.
“Pada akhir musim dingin ini semua orang di Jerman akan divaksinasi, sembuh atau mati,” kata Menkes Jens Spahn dalam konferensi pers di Berlin kemarin. Jerman berada dalam cengkeraman gelombang keempat virus corona. Kasus meningkat dengan cepat dan banyak rumah sakit penuh. Spahn mengaku, dia menentang membuat vaksin Covid-19 diwajibkan sebagaimana di Austria.
“Tapi itu adalah ‘kewajiban moral’ untuk mendapatkan suntikan karena berdampak pada orang lain. Kebebasan berarti mengambil tanggung jawab, dan ada kewajiban kepada masyarakat untuk divaksinasi,” katanya.
Dari 18 pasien di bangsal Covid di Kota Leipzig, Jerman, 14 masih belum divaksin. Tingkat vaksinasinya termasuk yang rendah di Eropa Barat, baru 68% warga divaksinasi penuh. Pembatasan yang lebih ketat akan diberlakukan. Mereka yang belum divaksinasi dilarang masuk ke tempat-tempat tertentu, dan beberapa penyelenggaraan pasar Natal terkenal di Jerman telah dibatalkan.
Sementara di Belgia, pemerintah memperketat kebijakan memakai masker, termasuk di tempat-tempat seperti restoran-restoran yang juga mensyaratkan sertifikat Covid. Sebagian besar orang harus bekerja dari rumah empat hari seminggu sampai pertengahan Desember.
Di Inggris kasus Covid-19 tidak seheboh sebagaimana negara-negara di daratan Eropa. “Bisa jadi karena vaksinasi dosis 1 dan dosis 2 di sini sudah hampir 90%. Dan sebentar lagi masyarakat akan mendapatkan dosis ke-3 sebagai booster,” kata Whysnianti, WNI yang menjadi dosen di University of Southampton, Inggris.
Diakui, memang ada kelompok-kelompok yang awalnya tidak mau vaksin. Semisal suster-suster yang menjaga orang-orang tua. Tapi setelah diancam tidak boleh kerja, mereka akhirnya mau divaksin.
Untuk mencegah penularan, lanjut perempuan asal Surabaya ini, masyarakat mendapat kemudahan untuk melakukan tes antigen di apotik-apotik secara gratis. Sehingga begitu mendapatkan hasil positif mereka bisa langsung melakukan tes PCR, juga cuma-cuma.
“Kalau seperti kami, di universitas mendapat kemudahan melakukan tes antigen sendiri di rumah. Seminggu dua kali kami melakukan PCR berbasis saliva, yang kemudian akan dianalisa di laboratorium. Beruntung semuanya bisa didapatkan dengan gratis, karena adanya subsidi dari pajak yang kami bayar,” ujarnya.
Pada beberapa kegiatan, masyarakat Inggris memang sudah “bebas” seperti nonton konser musik atau bioskop. “Tapi mungkin karena sudah terbiasa, banyak yang tetap mengenakan masker. Terutama yang sudah sepuh-sepuh dan yang dari Asia. Mungkin karena mereka sadar akibatnya kalau sampai terkena Covid-19. Seperti di Indonesia, beberapa juga menerapkan syarat sudah vaksinasi lengkap,” katanya.
Lebih lanjut Whysni mengungkap, pemerintah Inggris segera memberikan booster karena tak lama lagi menghadapi musim dingin, di mana pada suhu yang rendah dikhawatirkan virus jadi sangat berbahaya karena banyak orang jadi suka bergerombol.
“Tahun lalu Inggris sudah pernah mengalami kebijakan pembatasan diperketat. Sejumlah negara Eropa menerapkan larangan penerbangan dari Inggris. Belajar dari musim dingin tahun kemarin, semoga masyarakat tidak melakukan hal seperti yang di Belanda, Jerman, atau Austria,” tambahnya. (eno)