Puasa Ramadhan di negeri Eropa memang sangat tergantung musim. Sama dengan di Jerman, puasa Ramadhan 2024 di ibukota Hungaria, Budapest, sekarang lebih enak lantaran bertepatan dengan musim dingin sehingga hanya menahan lapar dan dahaga sekitar 14 jam saja. Namun bila Ramadhan jatuh pada musim panas, durasi siang harinya akan sangat lama. Umat Islam harus berpuasa selama 18-19 jam.
Oleh Gatot Susanto
PUTRI –-panggilan Neng Daris Salamah Elmi Putri Sibron–sudah enam tahun tinggal di Hungaria. Sudah merasakan enam kali puasa Ramadhan di negeri tersebut. Putri yang sekarang kuliah jurusan PhD in Clinical Psychology di Eotvos Lorand Universiy (ELTE), Budapest, Hungaria, merupakan anak dari Ketua PCI Muslimat NU Malaysia, Hj Dra Mimin Mintarsih, yang asal Cirebon Jawa Barat. Meski hidup jauh dari orang tua dan di negeri mayoritas non-muslim, Putri senang menyelami keberagaman agama, sosial budaya masyarakat di negara itu.
“Jadi kalau Ramadhan di sini tergantung musimnya. Kalau Ramadhan jatuh di musim panas, siangnya lebih lama, sehingga puasanya juga lebih lama. Saya pernah pengalaman sahurnya jam 2 pagi terus Maghribnya sekitar jam 9 malam. Jadi harus puasa sekitar 18/19 jam. Tapi alhamdulillah, kalau tahun ini puasanya di bulan 3, masih cuaca dingin, jadi sekitar 14 jam puasanya,” kata Putri kepada Koran Global News, Rabu (20/3/2024).
Muslim di Kota Budapest atau Hungaria secara umum adalah minoritas. Namun, alhamdulillah, mereka tetap antusias menyemarakkan Ramadhan 1445 Hijriyah/2024 Masehi sekarang ini. Ghirah Ramadhan terasa di masjid-masjid di Kota Budapest. Misalnya di Budapest Mosque. Para muslim mengisi Ramadhan dengan berbagai aktivitas keagamaan.
“Di masjid sini biasanya sepanjang Ramadhan ada acara berbuka puasa bersama dan menunaikan ibadah salat Tarawih bersama-sama seperti di Budapest Mosque,” katanya.
Warga kota nonmuslim kebanyakan tidak mengenal Islam. Karena itu mereka tidak tahu pula bila ada kewajiban bagi setiap muslim untuk menunaikan salat lima waktu dan berpuasa selama sebulan penuh.
“Di sini kebanyakan yang saya temui mereka memang tidak tahu sama sekali tentang agama Islam. Jadi, kebanyakan mereka tidak tahu juga di Islam harus salat atau puasa. Mungkin kalau negara Eropa lain yang sudah banyak orang Islamnya, mungkin mayoritas penduduknya sudah terbiasa dengan Islam,” katanya.
Bukan hanya puasa tidak makan dan minum sejak Subuh hingga Maghrib sebulan penuh, masyarakat Budapest juga masih merasa aneh melihat wanita muslim berjilbab. Bahkan, mereka terheran-heran melihat busana menutup aurat para muslimah tersebut.
“Iya, melihat wanita muslim berjilbab itu sudah aneh buat mereka di sini. Jadi, awal-awal pertama kali, saya datang ke sini, sebagai wanita muslim yang berjilbab, itu adalah salah satu culture shock buat saya, karena ke mana-mana pasti dilihatin oleh orang. Dan tentunya perasaan takut itu pasti ada. Jadi, sebagai minoriti muslim di sini, saya sangat berhati-hati apabila berbicara atau melakukan sesuatu karena takut dipandang buruk atau disalahkan agamanya. Jadi, kalau ada yang bertanya atau tertarik tentang Islam, saya coba semampu yang bisa untuk menerangkan tentang Islam kepada mereka,” ujarnya.
Muslim di Budapest sebagian besar datang dari Turki, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Indonesia, dan lainnya. Selain masjid utama yang dinamakan “Budapest Mosque”, ada juga masjid-masjid kecil semacam surau atau musala yang lain. Masjid itu milik komunitas orang Turki, Pakistan, dan Bangladesh. Mereka juga mengadakan iftar. Termasuk di Budapest Mosque.
“Biasanya kalau di masjid utama menu buka bersamanya ganti-ganti tapi biasanya makanan Arab ya. Kalau Indonesia saya kurang tahu ya, tapi kalau Malaysia sendiri yang di Budapest mungkin sekitar 100-an orang, tidak terlalu banyak bila dibanding dengan di negara Eropa yang lain,” katanya.
Hal senada dikisahkan Rachma Dessidianti. Mahasiswi Master Degree in Chemistry, Eotvos Lorand (ELTE) University, Budapest, yang juga alumni Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya, dan anggota PPI Dunia, ini pernah pula merasakan pengalaman berpuasa Ramadhan dengan durasi lama di negeri ini.
“Kali pertama menunaikan ibadah puasa di Budapest, Hungaria, rasanya sangat menggembirakan. Bukan hanya merasakan perbedaan waktu berpuasa yang signifikan apabila dibandingkan dengan berpuasa di Indonesia, dimana durasi berpuasa di Budapest selama 17-18 jam, namun juga rasa penasaran terhadap aktivitas warga muslim di Budapest,” katanya dikutip dari detik.com.
Budapest sendiri merupakan gabungan dari tiga kota yakni Buda, Pest, dan Obuda. Kota-kota tersebut bersatu pada tahun 1873 menjadi Budapest. Meski minoritas, Islam sudah lama masuk negeri di Eropa Timur tersebut sebab pada abad ke-16 wilayah negara ini sempat berada di bawah kekuasaan Ottoman Turki. Maka, tidak heran bila banyak restoran Turki tersedia di Hungaria, khususnya di Kota Budapest.
Menurut sensus 2011 oleh Central Statistical Office (KSH) Hungaria, ada 5.579 warga negara Hungaria memeluk agama Islam atau sekitar 0.057% dari total populasi. Rinciannya 3.567 laki-laki dan 2.012 perempuan. Namun, 10 tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2001, hanya 3.201 orang Islam di Hungaria. Artinya naik hampir 2 kali lipat dalam 10 tahun lalu. Mayoritas Muslim di Hungaria berasal dari Turki, Arab dan warga negara Hungaria sendiri.
Selain restoran, tidak susah untuk menemukan toko yang menjual daging halal di Budapest. Terdapat beberapa toko lokal yang dimiliki oleh muslim keturunan Turki di Hungaria.
Jejak Ottoman Turki di negeri ini bisa dilihat pula dari Gül Baba. Sosok ini dikenal sebagai penyair dari dinasti Ottoman Turki yang datang bersama tentara Turki ke daerah Buda, sisi utara Kota Budapest. Turki berhasil menduduki daerah tersebut. Gül Baba meninggal pada tahun 1541 dan dimakamkan di Mecset Utca 14 daerah Buda di Kota Budapest.
Pada tahun 1885, Pemerintah Ottoman Turki menugaskan seorang insinyur Hungaria untuk merenovasi makam Gül Baba dan ketika renovasi selesai pada tahun 1914, makam penyair berjuluk Father of Roses ini dinyatakan sebagai monumen nasional. Saat ini, salah satu tempat ziarah umat muslim di Eropa Timur ini dimiliki oleh Republik Turki.
Ada pula Masjid Budapest Mescet. Masjid yang kerap disebut dengan Masjid Fehervari ini merupakan masjid terbesar di Hungaria. Berlokasi di Fehérvári út 41, Budapest, Hungaria, Masjid ini kerap menjadi rujukan untuk menunaikan ibadah salat, Salat Jumat serta Salat Ied bagi warga muslim di Hungaria, khususnya di Budapest.
“Selain itu, terdapat komunitas Muslimah yang mengadakan kajian di setiap hari Jumat siang. Komunitas Muslimah yang berasal dari berbagai negara ini digagas oleh Muslimah asal Hungaria. Berkenalan serta menjalin silaturahmi dengan Muslimah dari berbagai negara tentunya hal yang menarik. Melalui percakapan serta bertukar pikiran, banyak informasi terkait keragaman budaya yang dapat diperoleh,” kata Rachma.
Bagi traveller, Kota Budapest mungkin belum sefamiliar Kota Paris, Amsterdam, atau Berlin, namun kota cantik ini dapat menjadi destinasi studi ataupun travelling di Kawasan Eropa Timur yang kaya akan nilai historis serta bangunan yang ikonik. Budapest mempunyai banyak Situs Warisan Dunia (UNESCO) seperti Danube, Heroes Square, Buda Castle, dan masih banyak lagi.
Sejak tahun 2013, Negara yang berbatasan langsung dengan tujuh negara– yakni Austria, Slovakia, Ukraina, Rumania, Serbia, Slovenia, dan Kroasia– ini membuka kesempatan bagi mahasiswa Indonesia dan negara lain untuk melanjutkan studi di jenjang master (S2) dan doktor (S3) melalui beasiswa Stipendium Hungaricum Scholarship dari Pemerintah Hungaria. (*)