Suasana tegang di perbatasan Maroko dan Aljazair tidak setegang pikiranku. Hatiku pun berkecamuk. Saat Maroko memutuskan hubungan diplomatik dengan Aljazair, saat itu pula hubunganku dengan sang kekasih yang aku kejar cintanya hingga Kota Berkane, yang berada di perbatasan Aljazair, kandas. Maroko memutuskan hubungan dengan Aljazair karena sengketa wilayah di Sahara, sementara aku diputus pacar hanya gegara nama.
NAMAKU Ryan. Lengkapnya Ryan Kunarto. Nama pacar aku yang Maroko itu Chaimae. Namun pacarku yang gadis kelahiran Kota Meknes tapi tinggal di sebuah apartemen di Kota Berkane, Maroko, ini mengenal diriku sebagai Hardi Irfansyah. Nama ini sejatinya nama akun pada Facebookku.
Sebuah akun yang aku buat dengan niat awal untuk belajar Bahasa Inggris dengan cara berkenalan, selanjutnya mengajak ngobrol orang-orang asing yang bisa berbahasa Inggris. Maklum, kantongku tidak terlalu tebal untuk kursus Behasa Inggris guna kepentingan kuliahku di sebuah perguruan tinggi ternama di Yogyakarta.
Sewaktu kuliah aku memang gak punya uang untuk kursus. Jadi aku harus pintar cari cara agar bisa belajar bahasa Inggris secara gratis. Maka, aku bikin akun FB dengan nama palsu lalu aku “add” banyak orang luar negeri.
Itu aku lakukan sekitar 5-7 tahunan lalu. Nah, pacar aku di Maroko ini adalah salah satu teman FB aku yang sering mengajak ngobrol berbahasa Inggris.
Sama seperti teman FB-ku orang asing lain, awalnya tidak ada rasa cinta. Hanya teman ngobrol saja. Tak ada benih asmara. Namun setelah saling chatting, ibarat kata pepatah Jawa “witing tresna jalaran saka kulina”, benih cinta itu akhirnya tumbuh juga. Meski benih itu kami tanam pada ladang media sosial sebab kami hanya bisa LDR. Long Distance Relationship alias hubungan jarak jauh. Aku di Yogyakarta, dia di Berkane Maroko.
Kami sempat tidak saling kontak karena kesibukan masing-masing sampai tahun 2020 kemarin. Kami chatting lagi di FB. Mulai dari soal dia galau, soal dia gak dapat kerja, sampai akhirnya dia sekarang sudah bekerja di Kota Berkane.
Lama-lama kami pun saling tukar foto, video call, hingga akhirnya “jadian”. Dia sudah tahu saya secara fisik, tinggi badan, wajah dan lain sebagainya. Begitu pula dengan saya karena sering video call. Tahu dia secara fisik. Aku menyimpulkan dia cantik.
Kami sudah sama-sama senang. Cinta kami sudah menyatu. Maka, kami pun sepakat akan bertemu di Maroko. Untuk kopdar (bertemu di darat). Tidak hanya bertemu secara online atau daring. Dan tentu bertemu orang tuanya sebab aku dan dia sudah tidak muda lagi. Aku 29 tahun dia 24 tahun. Usia yang sudah seharusnya menikah dan berkeluarga. Lalu, memiliki anak.
Bagi dia, aku adalah pacar pertamanya. Orang tuanya juga sudah sering menanyakan. Kapan menikah. Kapan pemuda Indonesia itu datang ke Maroko untuk melamar? Atau, langsung menikah di negeri ujung barat dunia itu. Negeri Maghribi. Aku juga ingin kenal keluarganya. Mengenal dia dari dekat. Bukan lewat media sosial.