Menggaungkan Lagi Madura Menjadi Provinsi: Potensi Alam Melimpah, tapi Tokoh dan Pemimpinnya Tak Kompak

oleh
Prof Kosim, Slamet Hariyadi dan Ahmad Nawardi dalam Musyawarah Tokoh Madura
Prof Kosim, Slamet Hariyadi dan Ahmad Nawardi dalam Musyawarah Tokoh Madura.

 

Tidak ada jalan lain untuk bisa memajukan Madura kecuali Pulau Garam ini harus menjadi provinsi. Namun sayang para pimpinan pemerintahan empat kabupaten di Madura tidak serius dan tidak kompak memperjuangkan Madura menjadi provinsi.

Oleh Masdawi Dahlan

SAAT Musyawarah Tokoh Madura yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Pamekasan (AJP), Jumat (19/67/24), Guru Besar IAIN Madura Prof Dr Mohammad Kosim MAg selaku pembicara memaparkan sejumlah kendalanya. Salah satunya bahwa tahun 2021 lalu, IAIN Madura bersama Universitas Madura Pamekasan menyusun naskah akademik (NA) pemekaran Pamekasan.

Hal ini dilakukan menjawab pernyataan Bupati Baddrut Tamam saat itu yang menyatakan siap memekarkan kabupaten asal ada kajian akademis sebagai syarat Madura provinsi. Namun NA yang sudah diserahkan ke Pemkab dan DPRD Pamekasan itu tidak jelas kelanjutannya.

Saat dikonfirmasi DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (24/7/2024), Ketua DPRD Pamekasan, Halili Yasin, mengaku sampai saat ini pihaknya belum menerima naskah akademik temuan dua perguruan tinggi yakni IAIN dan Unira Pamekasan. Selain itu sampai saat ini juga DPRD belum pernah diajak untuk ikut bersama berjuang bagaimana Madura segera menjadi provinsi. Ini kan tentu harus dari bawah, minimal tingkatan elite yang ada di Madura. Bupati, DPRD, ini harus betul-betul bersama sama mengawali, ujarnya.

Dia mengatakan sampai saat ini belum ada pihak atau elemen tertentu yang memotori, agar kemauan orang Madura menjadikan Pulau Garam sebagai provinsi mendapatkan perhatian dari pemerinah pusat. Itu yang perlu digagas. Silakan temen-teman media mungkin menggagas ini agar mempertemukan empat pemerintahan daerah di Madura untuk berkumpul, termasuk juga melibatkan tokoh-tokoh Madura yang ada di luar, katanya memberi saran.

Dia melihat tidak ada kemajuan soal upaya menjadikan Madura sebagai provinsi, karena belum ada yang memulai atau belum ada yang menjadi pionir. Kalau dulu ada tokoh Pak Zaini, bisa saja itu dulu lalu ada moratorium. Sekarang moratorium kan sudah dicabut saat ini, maka gerakan Madura provinsi yang dimotori Pak Zaini Cs ini, sekarang sudah waktunya digaungkan kembali, katanya berharap.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, misalnya berbagai wilayah provinsi di Kalimantan, menurut Halili, Madura sudah lebih layak jadi provinsi. Ini dilakukan untuk mempercepat pembangunan. Ketika Madura jadi provinsi, tentu pembangunan akan makin maju. Madura ini memiliki banyak aspek ekonomi yang kuat.
Kita ingin Madura lebih maju lagi, tentu Madura harus lebih mandiri, tidak terlalu mengekor kepada Jawa, caranya Madura jadi provinsi, dan harus dimulai dari elite-elite politik kita agar bagaimana kita lebih menggaungkan lagi supaya Madura cepat jadi provinsi ke pemerintah pusat, karena penentunya pemerintah pusat,” katanya.

Sebelumnya musyawarah dan diskusi yang mengambil tema menyongsong Madura Provinsi itu digelar di Azana Style Hotel Front One Jalan Jokotole Pamekasan. Selain diikuti oleh jurnalis se-Madura, panitia menghadirkan sejumlah tokoh nasional asal Madura menjadi pembicara, di antaranya anggota DPR RI Slamet Hariyadi, anggota DPD RI Ahmad Nawardi dan sejumlah pejabat dari empat kabupaten di Madura.

Guru Besar IAIN Madura Prof Dr Mohammad Kosim MAg selaku pembicara memaparkan adanya dua kendala dalam mewujudkan Madura provinsi. Kendala tersebut mulai dari tingkatan pemerintah pusat hingga daerah. Di tingkatan pusat, kata dia, setidaknya ada dua kendala yang menjadi batu penghalang terbentuknya Madura provinsi.

Pemerintah pusat masih memoratorium pembentukan daerah otonomi baru (DOB). Dengan demikian, pemekaran wilayah belum bisa dilakukan. Kendala lainnya adalah syarat pembentukan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, jelasnya.

Dalam Pasal 35 ayat 4 huruf a, kata Kosim, disebutkan bahwa daerah dapat mengajukan diri menjadi provinsi dengan syarat minimal terdapat lima kabupaten/kota. Sedangkan Madura kini masih memiliki empat kabupaten. Butuh tambahan satu kabupaten atau kota jika mengikuti Undang-undang No. 23 Tahun 2014.

Kendala kedua, lanjut Kosim, adalah terjadi di daerah. Sampai saat ini, dari empat daerah di Madura belum ada keseriusan untuk dimekarkan. Terbukti, kesiapan memekarkan diri untuk menopang kebutuhan persyaratan Madura menjadi provinsi hanya berakhir ditataran wacana saja, belum diikuti dengan tindakan.

Hanya siap di ucapan, di ungkapan politis saja, tidak ada langkah nyata yang dilakukan, tandas guru besar Bidang Pendidikan Islam IAIN Madura ini.

Dia mengungkapkan bahwa tahun 2021 lalu, IAIN Madura bersama Universitas Madura (Unira) Pamekasan menyusun naskah akademik (NA) pemekaran Pamekasan. Ini dilakukan menjawab pernyataan Bupati Baddrut Tamam saat itu yang menyatakan siap memekarkan kabupaten asal ada kajian akademis.
Hasil kajian yang disusun menjadi NA itu menunjukkan bahwa Pamekasan sangat layak dimekarkan. Naskah tersebut kemudian disampaikan kepada bupati dan ketua DPRD Pamekasan. Tapi, sampai sekarang tidak ada tindak lanjut dari naskah akademik yang kami susun, akunya.

Jika benar-benar mendukung pembentukan Madura provinsi melalui pemekaran kabupaten, NA yang disusun itu mestinya ditindaklanjuti dengan rapat paripurna dengan DPRD. Kemudian, hasil rapat tertinggi di tatanan pemerintah itu dilaporkan ke gubernur untuk diparipurnakan di tingkat provinsi.
Bupati Sampang juga menyampaikan mendukung Madura jadi provinsi, begitu pula dengan bupati Bangkalan, hanya bupati Sumenep yang belum terdengar suaranya. Tapi, lagi-lagi hanya dukungan di ucapan, katanya.

Madura, tambahnya, tidak akan pernah maju jika statusnya belum berubah menjadi provinsi. Karena itu dia mendorong semua pihak serius dalam memperjuangkan Madura menjadi provinsi.
Sementara itu Pj Bupati Sampang Rudi Arifiyanto menyampaikan, kunci jika Madura provinsi ingin terwujud adalah kekompakan. Jika kompak, cita-cita itu diyakini akan terwujud.

Madura ini banyak sekali potensinya, mulai dari tembakau, rumput laut, garam, udang dan lain-lain. Makanya, semua pihak harus kompak dan mau maju untuk Madura, katanya.

Sementara itu Nawardi anggota DPD RI asal Sampang Madura menyampaikan, pendapatan dari empat perusahaan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Migas yang beroperasi di Madura mencapai Rp 33,3 triliun pertahun. Pendapatan yang sangat fantastis itu jika dikembalikan kepada masyarakat Madura, tentu akan sangat sejahtera.

Karena itu dia sangat menyayangkan tiga kabupaten di Madura masuk kategori termiskin di Jawa Timur. Sebab kekayaan alamnya sangat melimpah yang seharusnya bisa menopang kesejahteraan.
Pengamat politik Dr Fathorrahman melihat ada kepentingan politik yang menyebabkan pembentukan Madura menjadi privinsi tidak jalan. Dia mengungkapkan tentang pemekaran wilayah di Papua untuk membantuk provinsi baru Papua Selatan. Pembentukan provinsi itu sangat cepat dan mudah lolos karena ada unsur kepentingan politik.

Secara budaya dan kekuatan ekonomi, kata Fathorrahman, jika digabung empat kabupaten di Madura, APBD-nya melebihi APBD sebuah propinsi di Kalimantan. Karena itu tingkat kekompakan antartokoh masyarakat, pemerintah bersama DPR untuk melakukan pemekaran harus diperkuat. Harus ada salah satu kabupaten yang siap memekarkan dirinya, pungkasnya. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.