Presiden Jokowi Kaget Jumlah Lulusan S2 dan S3 Rendah, Ketua ISNU Jepang Soroti Kualitas Kampus RI

oleh
Dr H Miftakhul Huda M.Sc--Jokowi

 

NAGOYA| DutaIndonesia.com – Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jepang, Dr H Miftakhul Huda M.Sc. menyambut positif rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan rasio penduduk Indonesia berpendidikan S2 hingga S3 yang saat ini masih sangat rendah. Bahkan, kata Kepala Negara, angkanya jauh di bawah negara tetangga. Rencana Presiden Jokowi itu disampaikan saat membuka Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Senin (15/1/2024).

Namun demikian Miftakhul Huda yang mengantongi gelar doktor terbaik bidang sel matahari di Negeri Sakura melalui beasiswa itu menyarankan agar tidak hanya mengejar kuantitas lulusan S2 atau S3 saja, tapi juga perlu meningkatkan kualitas para magister dan doktor tersebut.

“Yang perlu ditingkatkan tidak hanya kuantitas saja tapi juga kualitas lulusannya. Sekarang makin banyak kampus dibangun tapi kualitasnya perlu dipertanyakan. Bahkan akhirnya banyak yang abal-abal dan akhirnya ditutup seperti sering kita dengar akhir-akhir ini,” kata peneliti yang sekarang bekerja sebagai Designated Assistant Professor di Nagoya University, Jepang ini, kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (17/1/2024).

Selain itu, kata mantan Ketua PCI NU Jepang kelahiran Pekalongan, 3 April 1986 ini, juga harus dibarengi dengan memikirkan lapangan kerja untuk para lulusan S2 dan S3 tersebut. Sebab lapangan pekerjaan untuk S1, S2, dan S3 sangat berbeda. Artinya bila supply meningkat tapi kalau demand-nya tidak ditingkatkan juga sama saja.

“Akhirnya malah men-downgrade mereka. Dan ini tidak mudah, harus komprehensif, secara bersama-sama. Meningkatkan supply lulusan S2 dan S3, serta meningkatkan kualitas lapangan kerja atau demand buat mereka,” ujarnya.

Belajar dari di Jepang, kata dia, jenis lowongan pekerjaan (loker) ada bermacam-macam mulai untuk level SMA seperti pekerja pabrik atau kasar, lulusan S1 untuk operator dan seterusnya. “Sementara lulusan S2 untuk jenjang karier, dalam artian kariernya akan naik terus ke atas,” katanya.

Sedang untuk kendala biaya kuliah bagi masyarakat yang hendak studi S2 dan S3, dia membenarkan tentang pentingnya beasiswa. Selain itu dia menyoroti pula kualitas kampus di Indonesia.

“Sudah benar dengan menambah terus jumlah dana abadi beasiswa. Tapi yang lebih penting dari itu adalah meningkatkan kualitas universitas dalam negeri dan ekosistemnya. Universitas-universitas di negara-negara tetangga kita sudah naik kualitasnya maupun peringkatnya akhir-akhir ini. Tapi universitas di Indonesia seperti jalan di tempat selama beberapa puluh tahun ini,” ujarnya.

Mengapa? Menurut ahli nanoteknologi dan peneliti fuel cell di negeri Sakura itu, selama ini pendidikan di Indonesia levelnya hanya menyiapkan tenaga kerja terampil untuk industri. Hanya supply tenaga kerja saja. Paling jauh inovasi pada level merakit dan mengotak-atiknya.

“Belum pada level menyiapkan tenaga terdidik untuk men-lead industri. Apalagi untuk mengembangkan Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Masih jauh,” katanya.

Namun demikian, dia tetap optimistis target mencapai universitas unggul mumpuni dan SDM berkualitas akan segera tercapai bila rencana tersebut serius dilakukan. Bahkan, kuliah S2 atau S3 tidak perlu lagi di luar negeri, cukup di dalam negeri.

“InsyaAllah kalau kualitas universitas di Indonesia makin meningkat maka cukup kuliah S2 dan S3 di Indonesia saja, dana beasiswa juga akan berkurang. Dan output kualitas mahasiswa pada umumnya akan meningkat sehingga tenaga kerja dan kualitas SDM Indonesia juga akan meningkat pula,” ujarnya.

Seperti diketahui Presiden Jokowi mengaku kaget rasio penduduk Indonesia berpendidikan S2 hingga S3 sangat rendah. Bahkan, angkanya jauh di bawah negara tetangga. Untuk itu Jokowi berjanji akan berupaya mengejar target untuk menaikkan hal tersebut. Rencananya, dalam pekan ini akan digelar rapat untuk membahas apa yang harus dilakukan untuk meraih kenaikan rasio penduduk berpendidikan tinggi itu.

“Saya minggu ini akan rapat dan ini mengambil kebijakan policy untuk mengejar angka (rasio penduduk berpendidikan tinggi) yang masih 0,45% ini,” kata Presiden Jokowi saat membuka Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Senin (15/1/2024). Mendikbud Ristek Nadiem Makarim juga hadir dalam kesempatan tersebut.

Presiden Jokowi mengatakan, rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 terhadap populasi produktif masih sangat rendah. Bahkan, dia terkejut saat mengetahui angkanya jauh dari negara tetangga.

“Saya kaget juga kemarin dapat angka ini. Saya kaget Indonesia itu di angka 0,45%, negara tetangga kita Vietnam, Malaysia sudah di angka 2,43%, negara maju 9,8%. Jauh sekali,” katanya.

Untuk meningkatkan rasio ini, Jokowi mengaku tidak tahu anggarannya akan didapat dari mana, tapi pemerintah pusat bakal mencarinya. Ini agar penduduk berpendidikan S2 san S3 terhadap populasi usia produktif benar-benar bisa naik secara drastis.

“Kejauhan sekali 0,45% sama 2,43%, angkanya memang kelihatan tapi kalau dikalikan ini sudah berapa kali, 5 kali lebih rendah kita dengan negara-negara yang tadi saya sampaikan, bukan negara maju, belum dibandingkan dengan negara maju,” jelasnya.

Dia pun menyadari, semua upaya untuk menyusul rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 ini membutuhkan anggaran di tengah tekanan berat fiskal negara. Tetapi, SDM bisa menjadi sangat penting dalam 5-10 tahun ke depan dan akan menjadi kunci.

Oleh karena itu, pembiayaan pendidikan dan riset diminta harus terus diupayakan seoptimal mungkin. Tak hanya APBN dan APBD, tetapi juga pemanfaatan dana abadi yang dimiliki. Termasuk menghubungkan industri dengan industri melalui matching fund juga dirasa penting.

“Kalau kita lihat APBN untuk pendidikan dari 2009 sampai 2024, jadi 15 tahun, mencapai Rp 6.400 triliun. Dana abadi LPDP pada saat dibuka Rp 1 triliun, sekarang sudah mencapai di 2023 kemarin Rp 139 triliun dan jumlah penerima beasiswa juga sudah meningkat 7 kali lipat dari awal. Tapi ini masih jauh, masih kurang, saya kira perlu ditingkatkan paling tidak 5 kali lipat dari yang sudah ada sekarang,” urainya.

“Memang sekali lagi butuh anggaran dan pembiayaan yang besar, tetapi tetap ini menjadi kewajiban kita untuk mencarikan jalan agar rasio kita tadi bisa terangkat naik,” katanya.

Soal kualitas kampus dan riset, Presiden juga meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menambahkan anggaran untuk riset, khususnya di perguruan tinggi pada tahun 2024 ini. Kendati ada Pilpres, Jokowi meyakini penambahan anggaran riset akan dilanjutkan siapa pun presiden yang terpilih nantinya.

“Pak Nadiem anggarannya (untuk riset) diperbesar. Enggak apa-apa dimulai tahun ini, nanti kan sudah ganti presiden. Tapi dimulai itu yang gede, jadi presiden yang akan datang pasti mau tidak mau melanjutkan. Entah itu 01 (Anies Baswedan), entah itu 02 (Prabowo Subianto), entah 03 (Ganjar Pranowo),” jelas Jokowi.

Dia meminta Mendikbud Nadiem segera mengalokasikan penambahan anggaran untuk riset. Jokowi menilai presiden yang terpilih tidak akan berani memotong anggaran yang sudah dialokasikan untuk riset. “Dimulai dulu, enggak mungkin kalau Pak Nadiem sudah menambahkan banyak, presiden yang akan datang motong, enggak berani. Kita tahu peluang kita ke depan untuk mengembangkan ekonomi hijau, ekonomi biru,” ujarnya.

Menurut dia, lembaga pendidikan tinggi memiliki peran yang sangat strategis untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkualitas. Jokowi ingin SDM Indonesia tak hanya menguasai ilmu pengetahuan, namun juga inovatif dan menghasilkan karya yang berkualitas.

Jokowi pun mencontohkan perguruan tinggi di Vietnam di mana sektor industri dan universitas saling menyambung. Untuk itu, dia menyebut perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai lembaga riset.

“Saya ulangi, perguruan tinggi juga punya tugas mulia yaitu jadi lembaga riset karena memiliki dosen yang sangat banyak, tenaga peneliti serta ribuan mahasiswa untuk pengembangan Iptek kita, dan berinovasi untuk memecahkan masalah-masalah bangsa,” katanya.

Peran BRIN dan Bappenas

Oleh karena itu, Jokowi memerintahkan kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjadi orkestrator penelitian bersama untuk merancang kebutuhan riset. Dia menilai riset mampu menjawab tantangan yang dihadapi dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

“Yang paling penting, kuncinya ada di perguruan tinggi, bukan di BRIN. Tapi di perguruan tinggi risetnya. Itu yang harus kita geser,” tutur Jokowi. “Orkestratornya boleh dari BRIN, tetapi perguruan tinggi peran untuk riset dan developmentnya betul-betul diperkuat,” sambung dia.

Gubernur Khofifah Mendukung

Sementara itu Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyampaikan dukungan penuhnya terhadap pengembangan dan percepatan peningkatan riset di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan di Indonesia. Hal ini terutama di Jawa Timur yang memiliki banyak perguruan tinggi berkualitas.

Hal itu disampaikan Gubernur Khofifah saat turut hadir dalam Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia yang dibuka oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), di Graha Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Senin (15/1/2024).

“Kami di Jatim sangat mendukung apa yang menjadi arahan Bapak Presiden untuk mengembangkan dan meningkatkan riset di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan harapan sektor perguruan tinggi yang menjadi bagian dari pentahelix bisa berperan besar dalam melahirkan solusi yang menjawab permasalahan dan tantangan bangsa,” terangnya.

Gubernur optimistis langkah tersebut bisa terwujud, mengingat perguruan tinggi di Jatim memiliki modal sangat besar dalam meningkatkan kualitas SDM unggul serta IPTEK. Terlebih saat ini Jatim telah melakukan kerjasama dengan King’s College London (KCL) dimana pada September 2024, King’s Collage London (KCL), salah satu universitas terbaik dunia, akan mulai beroperasi di KEK Singhasari.

“Juga ada salah satu universitas asal Australia yakni Western Sydney University (WSU) yang akan membuka kampus internasional di Surabaya pada September 2024 mendatang. Ini adalah angin segar bagi pengembangan SDM di Jatim,” katanya.

Dengan adanya kedua Universitas Terkemuka Dunia itu, dirinya juga optimis akan meningkatkan daya saing Indonesia di mata dunia. Sebab dengan penguatan perguruan tinggi ringking dunia yang dicangkok langsung ke Indonesia, akan mempercepat peningkatan kualitas perguruan tinggi yang ada di Indonesia dan di Jatim.

“Karena faktanya adalah kita butuh percepatan besar dalam peningkatan kualitas SDM. Dan cara yang sangat memungkinkan adalah mencangkok perguruan tinggi kelas dunia untuk ikut masuk membuka kampus di Indonesia. Dan Alhamdulillah langkah ini akan dimulai di Jatim,” tandasnya.

Sebelumnya, pembukaan konvensi ini secara resmi ditandai dengan pemukulan gong oleh Presiden Jokowi didampingi Gubernur Khofifah, Menteri Sekretaris Negara RI Pratikno, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nadiem Anwar Makarim, Menteri Investasi / Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Ketua Forum Rektor Indonesia Prof. Mohammad Nasih, dan Rektor Universitas Negeri Surabaya Prof Nurhasan.

* gas/det/l6

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.