Kisah Alce Ganyau, Backpacker Dayak Tinggal di Jerman, Keliling Maroko (1): Bersama Sang Putri Temukan Keajaiban Negeri Maghribi

oleh
ALCE GANYAU, Ribka, dan bapak Jerman yang baik hati mengajak keliling Kota Tangier, Maroko.

Perempuan backpacker itu sudah aneh. Tapi apa yang dilakukan Alce Ganyau lebih aneh lagi. Sudah seorang ibu, Alce Ganyau yang asli orang Dayak di pedalaman Kalimantan Timur dan kini tinggal di Jerman ini suka solo travelling membawa anak gadisnya, Ribka, yang masih sangat belia. Ibu dan anak ini keliling sejumlah negara melakukan roadtrip dan traveling gila. Termasuk ke negeri maghribi: Maroko. Begini ceritanya.

Oleh Gatot Susanto

SAYA sudah keliling sejumlah negara bersama putri saya. Saya pernah melakukan perjalanan gila ke Maroko dengan anak gadis saya yang waktu itu baru berumur 6 tahun. Suami sampai khawatir kalau saya pulang tinggal nama. Ke padang Sahara yang tidak ada listrik, air, dan jaringan telepon. Cuma tinggal di tenda dengan anak umur 6 tahun, apa itu gak gila?

Ya, gila! Kami berdua, saya dan anak saya, memang gila. Lalu mengapa melakukan perjalanan gila kok membawa anak yang masih kecil? Ya, itu pun sudah seizin suami. Bahkan, suami bilang, kalau mau jalan ke mana saja boleh, tapi tidak boleh meninggalkan anak. Tentu dilematis bukan? Apalagi kami punya prinsip anak tidak boleh diurus orang lain. Sedang suami sibuk terus. Ya, sudah, saya pun melatih anak saya. Dan saya ajak saja putri saya satu-satunya itu biar tetap bisa jalan. Toh ini baik untuk anak juga melatih mentalnya.

Maka, sejak umur 5 tahun anak saya sudah saya latih untuk mengingat arah jalan. Sudah dilatih soal membaca peta dan arah mata angin. Sudah dilatih untuk mengingat nomor-nomor telepon penting seperti nomor telepon polisi, ambulance, dan pemadam kebakaran. Juga soal meminta pertolongan jika ada kecelakaan atau kegawatdaruratan lain.

Ketika berumur 8 tahun, anak saya sudah mahir membaca Google Map dan sekarang sudah bisa jadi navigator ulung saat kami bepergian jauh menjelajah berbagai negara. Tanpa suami. Kecuali bila suami libur.

Suami saya orang sibuk. Tapi dia tidak suka backpacker. Karena itu saya jalan sendiri saja sama anak. Sebelum pandemi Covid-19 saya sudah roadtrip dari Jerman keliling ke Austria, Serbia, Bosnia, Montenegro, Croatia, Slovenia, dan balik ke Jerman. Terus tahun 2020 saya berencana mau balik roadtrip jalur Jerman, Austria, Prague, Hungary, Bulgaria, Kosova, Montenegro, Macedonia, lalu menyeberang pakai kapal ferry ke Italia lalu balik ke Jerman. Tapi gak kesampaian lagi karena telanjur pandemi Covid-19. Rencana ini akan saya lanjutkan setelah pandemi Covid-19 mereda.

Namun, sebagian jalur backpacker itu sudah pernah kami jelajahi berdua. Saya dan anak gadis saya sudah biasa dalam satu hari makan di tiga negara yang berbeda. Sarapannya di mana, lunch di mana, dan makan malamnya di mana. Pagi breakfast makan Würst di Jerman, lunch Kürtőskalács (roti manis) di Hungary, dan dinner Goulash di Prague. Saya dan anak juga pernah berdiri di sebuah titik point lintasan dalam tiga negara.

Rata-rata saya pergi kurang lebih dua minggu karena hanya memanfaatkan waktu anak liburan sekolah. Biasanya liburan musim semi dan musim gugur. Kalau musim panas biasanya kami liburan bertiga dengan suami.

Tapi liburan bersama suami tidak berkesan sebab gaya liburannya biasa-biasa saja seperti cara orang-orang lain liburan. Berwisata, bermalas-malasan di hotel atau pantai. Tinggal di hotel bagus dan cuma nyantai di pantai. Lain dengan liburan kami berdua yang backpacker. Seru. Dan harus menantang.

No More Posts Available.

No more pages to load.