SURABAYA| DutaIndonesia.com – Selain varian baru Covid-19 Arcturus atau XBB.1.16 , Pakar imunologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr dr Gatot Soegiarto SpPD, K-AI, FINASM, juga mengingatkan masyarakat soal penting mewaspadai wabah penyakit lain yang juga mematikan. Wewaspadai wabah penyakit bukan hanya fokus pada penyakit baru yang datang dari luar negeri saja, seperti virus Corona, tapi juga penyakit yang sudah ada di dalam negeri.
“Kalau soal ancaman sebenarnya di dalam negeri sudah banyak ancaman nyata, tapi mungkin diabaikan atau dianggap remeh. Ancaman wabah infeksi lainnya yang tidak boleh diabaikan antara lain Dengue, Difteri, dan Campak. Semua ada kaitannya dengan cakupan imunisasi yang relatif rendah,” kata Dr Gatot kepada DutaIndonesia.com, Kamis (20/4/2023).
Menurut Dr Gatot, selama ini publik hanya tertarik pada sesuatu yang dianggap “baru”. Cepat lupa dengan ancaman laten yang terus-menerus ada seperti tiga penyakit yang disebutkan tersebut. “Jadi, tidak bisa diabaikan,” katanya sambil memberi tabel sebaran tiga penyakit tersebut di sejumlah daerah di Indonesia.
Misalnya Pemerintah Kabupaten Garut menerbitkan Surat Keputusan Bupati Garut tentang Penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri selama 10 bulan atau sampai November 2023. Artinya, sampai saat ini penyakit itu masih menjadi ancaman yang nyata. Status KLB difteri ini ditetapkan setelah meningkatnya penularan penyakit tersebut dalam beberapa pekan terakhir sehingga menyebabkan 7 warga meninggal dunia. Sebagian besar korbannya adalah anak-anak.

Tak kalah penting mewaspadai kasus demam berdarah dengue (DBD). Kasus DBD di Jawa Timur tahun lalu telah merengut 110 jiwa sepanjang tahun 2022 ini. Sementara, jumlah yang terpapar ada sebanyak 8.894 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim, Erwin Astha Triyono mengimbau kepada masyarakat untuk menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di lingkungannya. Apalagi, saat musim hujan.
Erwin menjelaskan, PSN bisa digalakkan minimal satu minggu sekali melalui gerakan satu rumah satu jumantik. Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga untuk melakukan pemeriksaan, pemantauan, pemberantasan jentik nyamuk demi mengendalikan penyakit tular vektor khususnya DBD.
Lebih lanjut Erwin menjelaskan, PSN dapat dilakukan melalui kegiatan 3M plus, yaitu menguras/membersihkan bak mandi, vas bunga, tempat minum binatang peliharaan, tatakan dispenser, selanjutnya menutup rapat tempat penampungan air (TPA). Jika TPA tidak mungkin dikuras atau ditutup, maka bisa diberikan larvasida. Yang terakhir, menyingkirkan atau mendaur ulang barang bekas.
“Plus menghindari gigitan nyamuk dengan cara memberantas larva, memberikan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, memasang ovitrap, larvitrap, atau mosquitotrap menanam pohon pengusir nyamuk, memakai kelambu, repelent/anti nyamuk,” jelasnya dikutip dari detik.com.
Erwin menjelaskan, jumlah penderita DBD di Jatim sebanyak 8.894. Angka itu merupakan total akumulasi dari awal tahun hingga bulan September 2022, di mana jumlah penderita paling banyak di bulan Januari yaitu sebesar 2.828 orang dengan jumlah kematian sebanyak 34 orang.
Hal sama harus dilakukan pada Campak. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sudah mengimbau masyarakat mewaspadai penyakit campak dan Rubella yang telah mengalami peningkatan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Khofifah juga membeberkan data beberapa daerah di Jawa Timur yang mengalami peningkatan kasus campak.
Daerah di Jatim dengan kasus campak meningkat terdiri dari Kota Batu, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Magetan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo.
Dari sejumlah wilayah yang memiliki kasus campak, kasus di Madura disebut yang paling tinggi.
Khofifah mengungkapkan, peningkatan kasus campak ini disebabkan terjadinya penurunan cakupan imunisasi yang signifikan saat pandemi Covid-19, sehingga menyebabkan banyaknya anak yang tidak mendapatkan imunisasi rutin lengkap. Oleh karena itu, Pemprov Jatim berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk mengidentifikasi setiap perkembangan kasus campak pada anak.
“Kasus campak terjadi dikarenakan rendahnya cakupan imunisasi MR/MMR. Oleh karena itu, kepada orangtua harus memastikan buah hatinya sudah mendapatkan cakupan vaksinasi yang lengkap,” terang dia. (gas/kcm)