Akhirnya kutemukan pria itu. American Man Dream-ku. David Starsky-ku. Paul Michael Glaser-ku. Namanya Jerry Inbody asal Ohio. Setelah dua tahun hubungan jarak jauh dengan Jerry Inbody, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang lebih serius: Menikah!
Ditulis oleh Ulfa Inbody
MENUNGGU sampai dua tahun? Ya, kami serius untuk membina rumah tangga, tapi harus menunggu dua tahun dulu. Mengapa? Alasannya karena saat itu aku masih bekerja contract untuk dua tahun dengan Lockheed Martin, dan Jerry saat itu mengikuti racing sprint car yang harus diikuti sampai selesai season-nya.
Tapi setelahnya aku bekerja kembali ke boss lama di Oceaneering sembari menunggu proses untuk persiapan kepindahan dari Indonesia ke Amerika nantinya.
Jadi, sebelumnya aku pun mengajukan visa turis untuk berkunjung ke Amerika bersama anak-anak. Nah, di sini salahku, karena aku membawa tiga anak sekaligus, jadi kesannya seperti mau pindahan. Boyongan ke negeri orang. Saking bersemangatnya mungkin. Tapi inilah akibatnya. Langsung saja ditolak pas interview.
Aduh sakitnya tuh di sini. Kebayang uang visa untuk empat orang hangus begitu saja. Lalu beberapa orang dan teman menyarankan agar aku mengajukan visa untuk sendiri saja tidak perlu membawa anak-anak dulu. Karena nantinya ada alasan untuk kembali ke Indonesia.
Akhirnya aku mencoba lagi untul apply visa, dengan membawa surat rekomendasi dari Lockheed Martin. Sekadar diketahui, Lockheed Martin adalah perusahaan besar Amerika yang ada kerja sama dengan mengerjakan proyek-proyek pemerintah Amerika, dalam pasukan senjata atau pesawat tempur. Nah Lockheed Martin pada saat itu ada di Indonesia tepatnya saat itu di Batam karena mengerjakan proyek satellite untuk PT. ACeS.
Kembali menyambung pengajuan visa, ternyata visa keduaku juga ditolak, karena aku salah jawab dalam interview. Seharusnya sudah hampir di-approve. Namun sekali lagi aku membuat kesalahan karena tidak jujur dalam menjawab. Ini karena aku memakai seorang agent dari temanku, dan dia bilang nanti kalau ditanya apa sudah pernah apply visa, jawab saja belum. Tapi aku bilang lha kan mereka ada datanya, nah bapak itu bilang kan yang apply banyak mbak, sehingga dikira pasti tidak akan detail memperhatikan satu dua orang pemohon visa. Nah aku pun setuju saja karena aku pikir dia lebih berpengalaman. Aku menurutinya saja.
Tiba saatnya ketika diinterview akhirnya benar juga, aku ditanya apa pernah apply visa. Dan aku pun menjawab belum.
Ternyata si ibu yang menginterview detail juga melihat data sehingga ketahuan juga kalau aku pernah apply sebulan lalu. Akhirnya dia menunjukkan data dan bilang bahwa aku sudah pernah apply visa sebelumnya. Aku tentu kaget. Namun, karena tidak ingin terlihat berbohong, akhirnya aku pura-pura bego nggak ngerti, aku hanya bilang, maksudnya visa immigrant atau turis ya? Akhirnya si ibu masuk ke dalam untuk diskusi dengan atasannya. Dan, kemudian dia keluar lagi untuk memberi tahu bahwa pengajuan visaku ditolak.
Wah, kesel dan sedih banget rasanya. Maklum sudah dua kali ditolak karena kebodohanku menuruti kata orang.
Aku sampai menangis berasa putus asa. Jadi intinya jangan pernah berbohong dalam interview. Belajar dari pengalamanku. Kebodohanku. Sampai titik ini aku pun merasa putus asa.
Akhirnya aku kabari ke Jerry kalau aku tidak mau lagi mengajukan visa karena takut ditolak lagi, yang nantinya bisa di- black list. Jadi aku menganjurkan dia untuk berkunjung ke Indonesia.

Perlu diketahui Jerry membantu untuk biaya pengurusan visa. Akhirnya setelah gagal aku mengajukan visa, Jerry datang mengunjungiku. Kita bertemu di Singapore, karena lebih dekat dengan Batam. Sebenarnya rencana semula kita akan menikah di Singapore, oleh karena itu aku stay dua minggu di Singapore.
BACA KISAH ULFA SEBELUMNYA:
- True Story American Dream Ulfa Inbody (1): Bahtera Rumah Tangga Porak Poranda
- True Story American Dream Ulfa Inbody (2): Iklan Cari Jodoh di Antara “Starsky & Hutch”
Namun ketentuan untuk bisa menikah di Singapore salah satunya harus minimal stay 15 hari di negeri Singa. Nah saat itu aku masuk Singapore melalu jalan laut, sehingga paspor Indonesia hanya bisa dapat 14 hari untuk tinggal di Singapore. Padahal syaratnya harus tinggal tanpa jeda 15 hari.
Karena itu aku pergi ke Imigrasi Singapore untuk minta perpanjangan ijin tinggal, tapi ternyata ditolak. Katanya Jerry bisa tinggal lebih lama di Singapore karena dia bisa 90 hari stay, tapi kan jadinya 14 hari sia-sia.
Nah selama 14 hari tinggal di Singapore, aku tinggal dengan teman baikku. Mana mungkin Jerry akan tinggal lama di Singapore, karena kan dia harus balik bekerja. Akhirnya ya aku harus keluar dari Singapore, kita ke Batam dan bertemu anak-anak. Karena aku harus mengenalkan Jerry ke anak-anak juga.
Kita jalan-jalan dan berfoto sebanyak mungkin untuk persiapan pengurusan fiancé visa (tunangan) untuk kelanjutan hubungan kita supaya aku dan anak-anak bisa berangkat ke Amerika.
Akhirnya, Jerry pulang kembali ke Amerika, dan mempersiapkan semua surat-surat untuk pengajuan visa fiancé, termasuk photo-photo, dan receipt dari tagihan telepon. Dan, karena saat itu belum ada video call, kita masih harus menggunakan telepon biasa yang sangat mahal biayanya.
Singkat cerita pengajuan fiancé visa bulan April, dan bulan July sudah dapat jawaban kalau disetujui. Dan dijadwalkan untuk interview di Kedutaan pada awal September. Ketika tiba saat interview, ternyata nama anak yang bungsu di passport tidak sama dengan surat lahir. Jadi ibu yang interview menyarankan untuk memperbaiki dahulu karena dikhawatirkan nanti akan menjadi masalah apabila kami di Amerika.
Untungnya aku ada teman di McDermott yang kerjanya berurusan dengan imigrasi. Jadi daripada aku bolak balik Batam Jakarta hanya untuk memperbaikin nama di passport, akhirnya untuk menghemat biaya dan waktu, aku kirim passport anak dan surat lahir dengan pengiriman kilat ke Batam, sehingga temanku bisa segera membantu perbaikan nama anak di passportnya.
Nah sebelum kita ke Kedutaan Amerika untuk interview, kita diharuskan untuk medical check up di klinik yang telah ditunjuk oleh Kedutaan Amerika. Jadi kita semua juga harus dirontgen dan vaksin sebelum masuk Amerika. Hasil dari medical check kita bawa ke Kedutaan. Dan alhamdulillah visa akhirnya selesai dan diapproved. Nah di sini akhirnya aku ambil hikmahnya ketika dua kali visa turisku ditolak, ternyata Allah SWT lebih tahu apa yang terbaik buat aku dan anak-anak.
Maka dengan fiancé visa, otomatis anak-anak bisa ikut dan mendapatkan visa, plus nama anakku yang ternyata dalam passport tidak sama dengan surat lahir bisa diperbaiki sebelum pindah ke Amerika. Dan yang terpenting aku harus mengurus surat custody (hak wali) anak-anak di pengadilan, karena kalau tidak, pasti akan bermasalah di Amerika apabila aku tidak mempunya hak wali walaupun anak sendiri.
Jadi apabila ada sesuatu proses yang tersendat, maka Allah lebih tahu agar kita tidak kesulitan di kemudian hari. Itu hikmahnya.
Aku berangkat duluan sendiri ke Amerika, sementara anak-anak masih di Indonesia. Dengan fiancé visa maka anak-anak secara otomatis bisa ikut dan mendapatkan visa.
Setelah masuk US maka aku dan Jerry diberi waktu 90 hari untuk menikah. Keluarga Jerry sangat terbuka dan menerimaku dengan baik. Terutama mama mertua.
Setelah lima bulan, aku kembali ke Indonesia menjemput ketiga anakku. Ketiganya saat pindah ke Amerika, satu masih di SD, dua sudah di SMP. Alhamdullilah kepindahan sekolah mereka tidak ada masalah. Anak-anak bisa menyesuaikan pelajaran sekolah walaupun tadinya ada keraguan karena bahasa, namun semua berlangsung baik-baik saja.
Empat tahun setelah menikah, akhirnya aku melahirkan bayi perempuan yang cantik dan imut. Buah cintaku dan Jerry itu kita beri nama Isabella Inbody. Ketiga anakku semua akhirnya menyelesaikan SMA-nya dengan baik, dan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan ke college.
Aku juga melanjutkan sekolah lagi di sini. Bersyukurnya aku mendapatkan grant, semacam beasiswa dari pemerintah, karena ketiga anakku saat itu juga kuliah semua sehingga aku eligible untuk mendapatkannya. Satu sen pun aku tidak perlu membayar selama kuliah.
Itulah rencana Tuhan, di mana aku tidak melanjutkan sekolah setelah tamat SMA di Indonesia, tapi aku malah bisa melanjutkan sekolahku kembali di Amerika. Aku sangat bersyukur untuk semua ini.
Sekarang ketiga anakku sudah mandiri semua, dua sudah berkeluarga, dan aku sudah mempunyai empat cucu. Anakku yang bungsu, Bella masih di SMA.
Perjalanan hidupku cukup panjang dan banyak liku-liku. Berumah tangga juga seperti roller coaster naik turun. Senang sedih susah semua bercampur mewarnai kehidupanku. Tapi yang namanya hidup tidak ada yang sempurna, kita harus mensyukuri dengan apa yang sudah kita jalani dan miliki. Selalu bersyukur karena masih banyak orang yang lebih berat masalahnya. Berat cobaannya. Hidupnya lebih susah ketimbang saya.
Pak suami sudah pensiun lima tahun lalu, aku masih menikmati bekerja, apalagi pekerjaanku sekarang tidaklah stress dan bisa dikerjakan di rumah. Jadi sudah berasa pensiun tapi masih bergaji hahaha…
Saat ini waktunya menikmati hidup. Alhamdullilah dengan semua yang sudah Allah berikan ke aku dan keluargaku. Pesanku untuk teman-teman semua, intinya sesulit apa pun selalu hadapi dengan positive thinking, optimis, dan percaya kalau Allah akan memberikan yang terbaik, dan tetap berusaha. Terutama untuk emak-emak, sebisanya mempunyai penghasilan sendiri, untuk tidak bergantung pada orang lain dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkin buruk dalam hidup.
Dan jangan pernah berhenti bermimpi, kita tidak tahu bahwa suatu hari mimpi tersebut akhirnya terwujud dan menjadi kenyataan. Inilah mimpi masa kecilku, untuk bisa pergi ke negeri Paman Sam dan menikah dengan orang Amerika.
Kalau sudah jodoh, biar pun harus melalui perjalanan panjang, melintasi dua benua dan lautan, akhirnya bertemu juga. Seperti kata pepatah asam di gunung, garam di laut, bertemu juga di kuali. Begitulah kisahku hingga dipertemukan Allah dengan Jerry. Dengan keluarga Amerika-ku. (Tamat)
* Ironton, Ohio. Oct. 27, 2023